KEJUJURAN
Oleh: H. Nanang Suswanto, S.IP, M.Pd
(Kepala SDN Pangebatan 01 Bantarkawung Brebes)
A. Pendahuluan
Sekolah merupakan suatu wadah untuk
menciptakan sosok manusia yang berpendidikan tanpa melihat latar belakang siswa
yang terlibat di dalamnya, baik dari segi budaya, sosial maupun ekonomi.
Sekolah menjadi suatu organisasi yang dirancang untuk dapat memberikan
kontribusi dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat luas. Keharusan
sekolah untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya yang kondusif bagi
peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya dan efektivitas
pembelajaran pada khususnya, yang
berpusat pada pengembangan peserta didik, lingkungan belajar yang
kondusif, penekanan pada pembelajaran.
Relasi pendidikan antara pendidik
dengan anak didik merupakan hubungan yang membantu karena selalu diupayakan
agar ada motivasi pendidik untuk mengembangkan potensi anak didik dan membantu
anak didik untuk memecahkan masalahnya.
Di keluarga, relasi antara orang tua dengan anak-anak merupakan relasi
yang membantu. Karena itu orang tua harus dengan sadar untuk mengembangkan
potensi anak. Cara utama adalah orang tua menciptakan situasi rumah yang
kondusif untuk berkembang, belajar, berinisiatif, berkreatif dan
sebagainya.
Dunia pendidikan kita menghadapi
berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu diperhatikan. Salah satu
masalah tersebut adalah menurunnya tata karma kehidupan sosial dan etika moral
dalam praktek kehidupan sekolah yang mengakibatkan sejumlah tanggapan negatif
yang amat merisaukan masyarakat. Dalam hal ini sangat berhubungan dengan iklim
sekolah jikalau hubungan sosial di sekolah kurang baik, maka tidak ada saling
hormat kepada kepala sekolah dengan guru, guru dengan pengawai sekolah, guru
dengan murid, murid dengan murid lainnya, kurang disiplin, kurang sopan
berpakaian, kurang disiplin menggunakan waktu dan tidak mengindahkan peraturan
yang sudah dibuat. Kurang memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan
sekolah baik itu ruangan kelas siswa, maupun ruangan lainnya, perkelahian antar
pelajar dan menggunakan obat terlarang. Jikalau iklim sekolah kurang
diperhatikan maka sangat mempengaruhi hasil akademik siswa terutama nilai
prestasi yang diterima akan tidak jujur, kurangnya disiplin sekolah, sehingga
siswa yang berhasil melalui cara-cara yang tidak jujur dengan cara menyontek
karya orang atau plagiasi hasil karya akademiknya, akan senantiasa dirasakan
dalam bentuk ketidakcakapan (incompetency)
dalam dunia kerja atau dalam praktek-praktek lainnya dalam kehidupannya kelak.
Dengan kata lain, bisa jadi ia berhasil dalam nilai yang bagus, namun tidak
akan mendapat tempat dalam kapasitas hidupnya dimata orang lain, lebih-lebih
dalam dunia kerja. Sebab nilai yang diperoleh adalah palsu.
Nilai kejujuran merupakan nilai yang
paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri
maupun kejujuran kepada orang lain. nilai kejujuran tidak terbatas pada
kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi mencakup cara terbaik
dalam membentuk pribadi yang obyektif. tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan
diperoleh. oleh karena itu budaya jujur dalam setiap situasi dimanapun kita
berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam memberikan penilaian pada
siswa, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta
konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat dalam
menciptakan budaya sekolah yang baik. suasana yang baik sangat mendukung
terciptanya sekolah yang bermutu. Walaupun sarana prasarana lengkap dengan
adanya guru yang profesional jika suasana sekolah kurang baik maka sulit sekali
sebuah lembaga sekolahan tersebut menciptakan kejujuran akademik siswa.
Faktor dari masalah dalam iklim sekolah ini adalah kurangnya kerjasama
antar kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan guru dengan murid.
dalam membangun iklim sekolah yang baik,
Jika tidak ada saling kerjasama,
keterbukaan, kurang harmonis dan
kurang komunikasi yang baik maka
budaya iklim sekolah tersebut tidak akan terwujud, namun sekolah tersebut
menjadi kacau, tidak teratur, siswa tidak berkembang dan nama baik sekolah
tersebut menjadi tidak baik. Selain masalah
kurangnya interaksi antar kepala sekolah dengan guru, dapat kita lihat masalah
yang timbul di dalam sekolah kurangnya professional guru dalam membimbing anak
baik itu dalam akademik maupun non akademik, kebanyakan wali kelas sibuk dengan
pekerjaannya sendiri, sehingga anak
siswa tersebut tidak teratur dan tidak disiplin, berpakaian yang tidak rapi,
tidak memiliki sopan santun, berantam, dan sering cabut dan masalah itu
diserahkan begitu saja kepada guru BP tanda adanya kepedulian terhadap anak
didiknya.
Salah satu masalah dalam kejujuran
akademik ini adalah sikap kecurangan dalam menghadapi ujian maupun kegiatan
akademik lainnya. Kecurangan akademik akan memunculkan dalam diri siswa
perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, tidak
berprestasi, tidak mau membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat
catatan kecil untuk bahan menyontek.
Mengingat rumitnya masalah ini, perlu
ada upaya pelayanan untuk pengembangan diri dan potensi siswa yang terarah.
Dewasa ini sifat kejujuran dan semangat berusaha dikalangan siswa telah semakin
luntur. Mencontek pada saat ulangan
adalah perbuatan tercela, maka sebaiknya guru langsung tegas bertindak. Bukan
malah memberi kebebasan anak untuk mencontek. Selain sebagai tolak ukur
seberapa tingkat kepahaman anak dalam belajar, alangkah baiknya ulangan sebagai
ajang kesadaran meningkatkan prestasi anak dengan kemandirian, usaha belajar
dan kejujuran anak).
Manfaat pembiasaan jujur dalam
menghadapi ulangan adalah tumbuhnya
budaya belajar yang tinggi pada diri anak, sehingga ada kebanggaan tersendiri
ketika mampu memetik nilai yang memuaskan. Bila sikap jujur sudah terpatri,
perilaku anak jadi berbeda mengarah ke akhlak yang lebih baik dan berbudi
pekerti. Siswa yang tidak lagi khawatir
untuk menghadapi ujian. Mereka dengan santai dan tenang menghadapi pelajaran
atau ujian walaupun tanpa persiapan. berapa banyak siswa yang tidak khawatir
akan diberi sanksi oleh guru jika mereka tidak mengerjakan tugas yang diberikan
oleh gurunya. berapa banyak siswa yang dengan tenangnya mencontek teman atau
membuat contekan pada saat ujian agar memperoleh nilai yang memuaskan atau
minimal mencapai batas ketuntasan. Sepertinya mereka tidak mengenal kata malu.
mereka tidak malu untuk tidak mengerjakan tugas, tidak malu jika tidak dapat
menjawab pertanyaan guru, dan tidak malu jika tidak dapat menjelaskan materi
yang telah dipelajarinya, dan tidak canggung untuk mencontek pada saat ujian.
Mereka enjoy saja yang penting happy seperti motto sebuah iklan produk
di televisi. Yang lebih hebohnya lagi sebuah instasi pendidikan yang melakukan
perbuatan curang dalam unas demi mengangkat nama baik sekolah. Contohnya guru
membantu dalam mengerjakan soal dan
jawaban disebarkan kepada siswa-siswanya,
supaya nilai dari anak-anaknya baik, sehingga sekolah mendapat predikat
tinggi. Masalah ini bilamana tidak
segera diatasi akan semakin mengancam kehidupan generasi bangsa kita khususnya
dalam prestasi belajar siswa.
B.
Tujuan dan Sasaran Kejujuran
Pengembangan
budaya jujur dalam suatu lembaga pendidikan merupakan pelaksanaan amanat salah
satu agenda reformasi birokrasi di lingkungan pendidikan sesuai dengan visi dan
misi lembaga pendidikan tersebut yang dituangkan dalam konsep penataan dan
pengembangan struktur organisasi sekolah. Selain itu, perumusan budaya jujur
dalam suatu lembaga pendidikan merupakan upaya strategis sebagai pembentukan
sikap dan perilaku kerja yang handal bagi seluruh pendidik yang didasarkan atas
visi dan misi sekolah. Hasil yang diharapkan akan menjadi suatu pengembangan
budaya peningkatan kinerja dan mewujudkan tata kelola sekolah yang efektif dan
efisien melalui perubahan sikap dan perilaku pendidik yang jujur, disiplin,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif.
Adapun sasaran
yang ingin dicapai dalam peningkatan kejujuran dalam suatu institusi pendiidkan
adalah:
1.
Menanamkan budaya jujur dan disiplin
yang berlandaskan visi dan misi sekolah.
2.
Memperbaiki perspektif nilai, anggapan
dasar, norma, pola pikir, dan perilaku sebelumnya setiap pendidik, sehingga
dapat menjaga amanah dalam melayani kebutuhan pelayanan bagi seluruh
masyarakat.
3.
Membina tingkat kepekaan sosial,
kreatifitas, dan produktivitas setiap pendidik dalam memperbaiki kinerja secara
berkelanjutan dan mampu memberikan teladan bagi masyarakat maupun pendidik
lainnya.
4.
Membangun citra pendidik yang lebih baik
dan dipercaya oleh para pemangku kepentingan.
C.
Penutup
Kejujuran adalah
suatu hal yang sangat diperlukan dalam diri seorang atau kelompok dalam satu
kesatuan masyarakat atau organisasi dalam mewujudkan cita-citanya. Minimnya
nilai-nilai kejujuran mengakibatkan gagalnya upaya organisasi tersebut untuk
mencapai tujuannya secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Hal ini pula yang
perlu dilakukan setiap pendidik, sebagai satu kesatuan organisasi sekolah dalam
memberikan pelayanan publik guna mewujudkan kepentingan masyarakat. Urgensi
kejujuran mutlak diperlukan bagi organisasi sekolah guna membawa kepada
kemakmuran dan kesejahteraan.
Adapun sifat jujur
yaitu akan membuat seseorang hanya mau mengambil yang benar-benar menjadi
haknya, sedangkan sifat sabar akan membuat dirinya mampu bertahan untuk tidak
mengambil di luar dari hak yang sudah ditetapkan. Jujur adalah sifat yang sulit
untuk dipisahkan dari kesabaran, karena kejujuran tidak bermakna tanpa adanya
kesabaran dan sebaliknya kesabaran tidak memiliki arti tanpa kejujuran. Jujur
dapat diartikan sebagai sifat yang tidak mendua, sehingga jauh dari pengertian
yang multitafsir. Sifat jujur menjadi penting untuk menumbuhkan kepercayaan di
masyarakat, sehingga setiap kebijakan yang dilaksanakan akan selalu mendapat
dukungan dari masyarakat.
Semangat kejujuran
ini menjadi salah satu sendi dasar untuk mewujudkan cita-cita pencapaian visi
dan misi seorang pendidik menuju pribadi yang Ihsan. Implementasi sikap
kejujuran harus dapat diimplementasikan oleh setiap pemimpin, aparatur,
pendidik dan masyarakat sebagai pelaksana maupun penerima proses pelayanan
publik. Budaya kerja pendidik sebagai fungsi pelayanan untuk pemimpin harus
segera dihilangkan, dan harus segera diciptakan budaya kerja pendidik sebagai
fungsi pelayanan kepada masyarakat. Karena pada dasarnya pelayanan publik itu
ada karena ada kebutuhan dan keinginan masyarakat pada sektor publik, dan
aparatur melaksanakan fungsi menyediakan pelayanan itu. Sedangkan kepala
sekolah sebagai pimpinan sekolah adalah yang mengorganisasikan atau mengatur
dalam pelaksanaan masing-masing fungsi organisasi sekolah. Jika satu dengan
yang lainnya sama-sama jujur dalam bekerja maupun dalam kehidupan sehari-hari,
maka pembangunan Sumber daya manusia di sebuah lembaga pendidikan akan terwujud
sesuai dengan apa yang kita harapkan. Namun jika salah satunya tidak jujur,
maka yang nampak dalam pelaksanaan pembangunan SDM tersebut adalah hambatan dan
kendala. Pelaksanaan tugas yang disertai dengan sikap yang jujur, disiplin, dan
mampu mengaktualisasikan segala jenis pekerjaan, maka dampaknya prestasi dan
peningkatan kinerja akan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
A.Z. Fitri. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika
di Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Abdul Majid dan D.
Handayani. 2012. Pendidikan Karakter
Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Abdul Munir. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.
Candratua. 2012. Refleksi Karakter Moral. Jakarta: Pustaka
Azzam.
E. Mulyasa. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi
Aksara.
M. Samani dan Hariyanto.
2012. Konsep dan Model Pendidikan
Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
S.A.Azhim. 2007. Jujurlah dan Allah Mencintaimu. Jakarta:
al-Fikr.
Wyne. 2011. Pendidikan Karakter: Sebuah Tawaran Model
Pendidikan Holistik-Intregalistik. Jakarta: Prenada Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar