Warning


SELAMAT DATANG CALON SANTRI BARU ANGKATAN KEDUA
PESANTREN MBS CILACAP

Minggu, 11 Januari 2015

Keutamaan Menggauli Istri di Hari Jum'at


Keutamaan Menggauli Istri di Hari Jum'at

Keutamaan Menggauli Istri di Hari Jum'at

Oleh: Badrul Tamam

Jima' atau hubungan seks dalam pandangan Islam bukanlah hal aib dan hina yang harus dijauhi oleh seorang muslim yang ingin menjadi hamba yang mulia di sisi Allah. Hal ini berbeda dengan pandangan agama lain yang menilai persetubuhan sebagai sesuatu yang hina. Bahkan, sebagian ajaran agama tertentu mewajibkan untuk menjauhi pernikahan dan hubungan seks guna mencapai derajat tinggi dalam beragama. 

Diriwayatkan dalam shahihain, dari Anas bin Malik pernah menceritakan, ada tiga orang yang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menanyakan tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan, seolah-olah mereka saling bertukar pikiran dan saling bercakap bahwa mereka tidak bisa menyamai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam karena dosa beliau yang lalu dan akan datang sudah diampuni. Lalu salah seorang mereka bertekad akan terus-menerus shalat malam tanpa tidur, yang satunya bertekad akan terus berpuasa setahun penuh tanpa bolong, dan satunya lagi bertekad akan menjauhi wanita dengan tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Kabar inipun sampai ke telinga baginda Nabishallallahu 'alaihi wasallam, lantas beliu bersabda kepada mereka, "Apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu? Adapun saya, Demi Allah, adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepada Allah di bandingkan kalian, tapi saya berpuasa dan juga berbuka, saya shalat (malam) dan juga tidur, serta menikahi beberapa wanita. Siapa yang membenci sunnahku bukan bagian dari umatku." (Muttafaq 'alaih)

Bahkan dalam hadits lain disebutkan bahwa seks atau hubungan badan di jalan yang benar akan mendatangkan pahala besar. Diriwayatkan dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
"Dan pada kemaluan (persetubuhan) kalian terdapat sedekah. Mereka (para sahabat) bertanya, 'Ya Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang menyalurkan syahwatnya lalu dia mendapatkan pahala?' Beliau bersabda, 'Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan pada tempat yang haram, bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada tempat yang halal, maka dia mendapatkan pahala." (HR. Muslim)
....Di dalam perkawinan terdapat kesempurnaan hidup, kenikmatan dan kebaikan kepada sesama....
Ibnul Qayyim, sebagaimana yang dinukil oleh Al-Istambuli dalam Tuhfatul 'Arus, mengatakan, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajak kepada umatnya agar melaksanakan pernikahan, senang dengannya dan mengharapkan (padanya) suatu pahala serta sedekah bagi yang telah melaksanakannya. Di dalam perkawinan terdapat kesempurnaan hidup, kenikmatan dan kebaikan kepada sesama. Di samping itu, juga mendapatkan pahala sedekah, mampu menenangkan jiwa, menghilangkan pikiran kotor, menyehatkan menolak keinginan-keinginan yang buruk." 

Kesempurnaan nikmat dalam perkawinan dan jima' akan diraih oleh orang yang mencintai dan dengan keridlaan Rabbnya dan hanya mencari kenikmatan di sisinya serta mengharapkan tambahan pahala untuk memperberat timbangan kebaikannya. Oleh karena itu yang sangat disenangi syetan adalah memisahkan suami dari kekasihnya dan menjerumuskan keduanya ke dalam tindakan yang diharamkan Allah. 

Disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Iblis membangun istana di atas air (tipu muslihat), kemudian menyebarkan istananya itu kepada manusia. Lalu iblis mendekatkan rumah mereka dan membesar-besarkan keinginan (hayalan) mereka. Iblis berkata, 'Tidak ada perubahan kenikmatan sampai terjadi perzinaan'. Yang lainnya berkata, 'Aku tidak akan berpaling sampai mereka berpisah dari keluarganya.' Maka iblis menenangkannya dan menjadikan dirinya berseru, 'Benarlah apa yang telah engkau lakukan'.

Kenapa Iblis begitu bersemangat untuk menjerumuskan orang ke dalam perzinaan dan perceraian? Karena pernikahan dan berjima dalam balutan perkawinan adalah sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya. Makanya hal ini sangat dibenci oleh musuh manusia. Ia selalu berusaha memisahkan pasangan yang berada berada dalam naungan ridla ilahi dan berusaha menghiasi mereka dengan segala sifat kemungkaran dan perbuatan keji serta menciptakan kejahatan di tengah-tengah mereka. 

Untuk itu hendaknya bagi suami-istri agar mewaspai keinginan syetan dan usahanya dalam memisahkan mereka berdua. Ibnul Qayim berkata dalam menta'liq hadits anjuran menikah bagi pemuda yang sudah ba'ah, "Setiap kenikmatan membantu terhadap kenikmatan akhirat, yaitu kenikmatan yang disenangi dan diridlai oleh Allah." 

Seorang suami dalam aktifitasnya bersama istrinya akan mendapatkan kenikmatan melalui dua arah. Pertama, dari sisi kebahagiaan suami yang merasa senang dengan hadirnya seorang istri sehingga perasaan dan juga penglihatannya merasakan kenikmatan tersebut. Kedua, dari segi sampainya kepada ridla Allah dan memberikan kenikmatan yang sempurna di akhirat. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi orang berakal untuk menggapai keduanya. Bukan sebaliknya, menggapai kenikmatan semu yang beresiko mendatangkan penyakit dan kesengsaraan serta menghilangkan kenikmatan besar baginya di akhirat. (Lihat: Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Muhibbin, hal. 60)

Jima' di hari Jum'at

Uraian keutamaan hubungan suami istri di atas sebenarnya sudah cukup menunjukkan pahala besar dalam aktifitas ranjang. Lalu adakah dalil khusus yang menunjukkan keutamaan melakukan jima' di hari Jum'at dengan pahala yang lebih berlipat?

Memang banyak pembicaran dan perbincangan yang mengarah ke sana bahwa seolah-olah malam Jum'at dan hari Jum'at adalah waktu yang cocok untuk melakukan hubungan suami-istri. Keduanya akan mendapatkan pahala berlipat dan memperoleh keutamaan khusus yang tidak didapatkan pada hari selainnya. Kesimpulan tersebut tidak bisa disalahkan karena ada beberapa dalil pendukung yang menunjukkan keutamaan mandi janabat pada hari Jum'at. Sedangkan mandi janabat ada dan dilakukan setelah ada aktifitas percintaan suami-istri.

Dari Abu Hurairah radliyallhu 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850).

Para ulama memiliki ragam pendapat dalam memaknai "ghuslal janabah" (mandi janabat). Sebagaian mereka berpendapat bahwa mandi tersebut adalah mendi janabat sehingga disunnahkan bagi seorang suami untuk menggauli istrinya pada hari Jum'at. karena hal itu lebih bisa membantunya untuk menundukkan pandangannya ketika berangkat ke masjid dan lebih membuat jiwanya tenang serta bisa melaksanakan mandi besar pada hari tersebut. Pemahaman ini pernah disebutkan oleh Ibnu Qudamah dari Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan juga disebutkan oleh sekelompok ulama Tabi'in. Imam al-Qurthubi berkata, "sesungguhnya dia adalah pendapat yang peling tepat." (Lihat: Aunul Ma'bud: 1/396 dari Maktabah Syamilah) 

Pendapat di atas juga mendapat penguat dari riwayat Aus bin Aus radliyallah 'anhuyang berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, Al-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no. 1077, dan Ahmad no. 15585 dan sanad hadits ini dinyatakan shahih)

Menurut penjelasan dari Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam Tuhfatul 'Arus, bahwa yang dimaksud dengan mandi jinabat pada hadits di atas adalah melaksanakan mandi bersama istri. Ini mengandung makna bahwa sebelumnya mereka melaksanakan hubungan badan sehingga mengharuskan keduanya melaksanakan mandi. Hikmahnya, hal itu disinyalir dapat menjaga pandangan pada saat keluar rumah untuk menunaikan shalat Jum'at. Adapun yang dimaksud dengan bergegas pergi menuju ke tempat pelaksanaan shalat Jum'at pada awal waktu, adalah untuk memperoleh kehutbah pertama. (Lihat: Tuhfatul Arus dalam Edisi Indonesia Kado Perkawinan, hal. 175-176) Wallahu a'lam.

Membangun keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah


Membangun keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah

Oleh: TARQUM AZIZ

Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan rumah tangganya bahagia, karena membina rumah tangga pada prinsipnya adalah mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat nanti. Dan keluarga sakinah merupakan idaman bagi setiap keluarga muslim. Keberhasilan atau kegagalan dalam karir seseorang banyak dipengaruhi oleh kehidupan keluarganya. Di samping itu membangun keluarga yang sakinah merupakan cikal bakal lahirnya anak-anak yang berkualitas, mandiri, memiliki ketahanan mental dan spiritual yang kokoh yang pada gilirannya akan terwujud masyarakat dan bangsa yang maju dan mandiri. Karena Menciptakan keluarga yang bahagia sakinah mawaddah warahmah dan keluarga yang islami adalah merupakan bagian dari salah satu tujuan pernikahan di dalam islam itu sendiri.

Untuk dapat mewujudkan keluarga sakinah, tidak semudah membalikan telapak tangan. Dalam dinamika kehidupan berkeluarga, perjalanan pasangan suami istri tidak terlepas dari rintangan, bahkan terkadang krikil-krikil kecil sering menyertai kehidupan berkeluarga. Dan untuk mewujudkan keluarga sakinah perlu adanya upaya dan tekad yang kuat dari masing-masing pasangan, saling menerima kekurangan dan kelemahan pasangan masing-masing. Selain itu, juga diperlukan kesabaran dan keuletan dalam mengarungi bahtera rumah tangga serta pengamalan terhadap ajaran agama, di mana hakikat pernikahan adalah dalam rangka melaksanakan sunatullah.

Setiap pasangan suami istri yang menikah, tentu sangat menginginkan kebahagiaan hadir dalam kehidupan rumah tangga mereka. Ada ketenangan, ketentraman, kenyamanan dan kasih sayang. Rumah tangga yang menjadi surga dunia! tidaklah identik dengan limpahan materi, kebahagiaan bukanlah sebuah kemustahilan untuk dicapai, sebab kebahagiaan merupakan pilihan dan buah dari cara berfikir dan bersikap.  Oleh karena itu, hanya dengan pasangannyalah ia dapat menikmati manisnya cinta dan indahnya kasih sayang dan kerinduan.
Islam menjadikan keluarga sebagai tempat untuk menjaga diri, yaitu menciptakan ketentraman dan keselamatan dari segala bentuk kejahatan yang ditimbulkan oleh orang lain, sehingga keluarga harus dijadikan tempat tinggal yang penuh dengan kebahagiaan agar seluruh anggota keluarga betah di rumah dan selalu merindui.  Sebagimana firman Allah SWT, “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal...” (QS An Nahl: 80). Untuk mewujudkan keluarga seperti yang di atas, haruslah bersama-sama antara suami dan istri untuk mengekalkan cinta yang merupakan anugerah dari Allah SWT. 

Karena, tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas hubungan suami dan istri dalam rumah tangga sangat mempengaruhi keluarga tersebut menjadikeluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah (Samara). Oleh karena itu, suami istri harus sama-sama menjaga dan menghormati ikatan perkawinan yang telah dibuat sebagai sebuah ikatan yang suci. Agar perkawinan itu menjadi kuat, maka diperlukan pengikat yang kuat pula, yaitu mawaddah dan rahmah

Perempuan adalah sumber sakinah, bukan laki-laki. Mari kita perhatikan firman Allah swt:
Firma Allah Subhanahu Wata’ala:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ         

“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.” (Ar-Rûm: 21)”.

Dalam ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci, dan mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai anggota rumah tangga, dan gerasi penerus.

Terkait dengan surat ar-Rûm, ayat 21 di atas, ada beberapa renungan:
Renungan Pertama. Abu al-Hasan al-Mawardy berkata mengenai makna, “Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (ar-Rum:21). Di dalam ayat ini terdapat empat pendapat:
Pertama, bahwa arti Mawaddah (rasa kasih) adalah al-Mahabbah (kecintaan) sedangkan arti Rahmah (rasa sayang) adalah asy-Syafaqah (rasa kasihan).
Ke-dua, bahwa arti Mawaddah adalah al-Jimâ’ (hubungan badan) dan Rahmah adalah al-Walad (anak).
Ke-tiga, bahwa arti Mawaddah adalah mencintai orang besar (yang lebih tua) dan Rahmah adalah welas asih terhadap anak kecil (yang lebih muda).
Ke-empat, bahwa arti keduanya adalah saling berkasih sayang di antara pasangan suami-isteri. (al-Mawardy: an-Nukat Wa al-‘Uyûn)
Ibn Katsir berkata, “Di antara tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, Dia menciptakan wanita yang menjadi pasangan kamu berasal dari jenis kamu sendiri sehingga kamu cenderung dan tenteram kepadanya. Andaikata Dia menjadikan semua Bani Adam (manusia) itu laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis lain selain mereka, seperti bila berasal dari bangsa jin atau hewan, maka tentu tidak akan terjadi kesatuan hati di antara mereka dan pasangan (istri) mereka, bahkan sebaliknya membuat lari, bila pasangan tersebut berasal dari lain jenis. Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat-Nya kepada Bani Adam, Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri dan menjadikan di antara sesama mereka rasa kasih (mawaddah), yakni cinta dan rasa sayang (rahmah), rasa kasihan. Sebab, bisa jadi seorang laki-laki mengikat wanita karena rasa cinta atau kasih terhadapnya hingga mendapat kan keturunan darinya atau ia (si wanita) butuh kepadanya dalam hal nafkah atau agar terjadi kedekatan hati di antara keduanya, dan lain sebagainya” (Tafsir Ibn Katsir)
Renungan ke Dua. Mari kita renungi sejenak firman-Nya, “dari jenismu sendiri.” Istri adalah manusia yang mulia di mana terjadi persamaan jenis antara dirinya dan suami, sedangkan laki-laki memiliki tingkatan Qiwâmah (kepempimpinan) atas wanita (baca: al-Baqarah:228).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha-perkasa lagi Mahabijaksana.” (Al-Baqarah: 228).
Kepemimpinan suami bukan artinya bertindak otoriter dengan membungkam pendapat orang lain (istri, red). Kepemimpinannya itu ibarat rambu lalu lintas yang mengatur perjalanan tetapi tidak untuk memberhentikannya. Karena itu, kepemimpinan laki-laki tidak berarti menghilangkan peran wanita dalam berpendapat dan bantuannya di dalam membina keluarga.
Renungan ke Tiga. Rasa aman, ketenteraman dan kemantapan dapat membawa keselamatan bagi anak-anak dari setiap hal yang mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka menyimpang serta jauh dari jalan yang lurus, sebab mereka tumbuh di dalam suatu ‘lembaga’ yang bersih, tidak terdapat kecurangan maupun campur tangan, di dalamnya telah jelas hak-hak dan arah kehidupan, masing-masing individu melakukan kewajiban nya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”
Kepemimpinan sudah ditentukan dan masing-masing individu sudah rela terhadap yang lainnya dengan tidak melakukan hal yang melampaui batas. Inilah makna firman-Nya dalam surat an-Nisâ`, ayat 34.
Renungan ke Empat. Masing-masing pasangan suami-isteri harus saling menghormati pendapat yang lainnya. Harus ada diskusi yang didasari oleh rasa kasih sayang tetapi sebaiknya tidak terlalu panjang dan sampai pada taraf berdebat. Sebaiknya pula salah satu mengalah terhadap pendapat yang lain apalagi bila tampak kekuatan salah satu pendapat, sebab diskusi obyektif yang diasah dengan tetesan embun rasa kasih dan cinta akan mengalahkan semua bencana demi menjaga kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Renungan ke Lima. Rasa kasih dan sayang yang tertanam sebagai fitrah Allah subhanahu wata’ala di antara pasangan suami-isteri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya sebab secara alamiah, jiwa mencintai orang yang memperlaku kanya dengan lembut dan selalu berbuat kebaikan untuknya. Nah, apalagi bila orang itu adalah suami atau isteri yang di antara keduanya terdapat rasa kasih dari Allah subhanahu wata’ala, tentu rasa kasih itu akan semakin bertambah dan menguat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangannya adalah wanita shalihah.”
Renungan ke Enam. Kesan terbaik yang didapat dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dalam hubungan suami-isteri baik semasa hidup maupun setelah mati. Hal ini dapat terlihat dari ucapan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tercinta, ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha yang begitu cemburu terhadap Khadijah radhiyallahu ‘anha, istri pertama beliau padahal ia sudah wafat dan belum pernah dilihatnya. Hal itu semata karena beliau sering mengingat kebaikan dan jasanya.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan rumah tangga kaum Muslimin rumah tangga yang selalu diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan hal ini bisa terealisasi, manakala kaum Muslimin kembali kepada ajaran Rasul mereka dan mencontoh kehidupan rumah tangga beliau.
Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Kalaupun ada, tidak akan bertahan lama. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Mengapa sakinah begitu penting dalam pernikahan? Seperti kita tahu bahwa pernikahan itu tidak hanya ikatan suci di dunia, melainkan ikatan tersebut akan dipertanggungjawabkan juga di akhirat.

Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.

Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik (teladan). Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.

Dengan demikian keluarga sakinah mawadah warohmah adalah sebuah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal yang terbntuk berlndaskan Al Qur’an dan sunah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga dapat memenuhi kewajiban-kewajibanya terhadap allah, terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, terhadap masyarakat dan terhadap lingkunganya,sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunah Rasul.

Rumah tangga teladan islami adalah merupakan rumah yang selalu didambakan oleh setiap pasangan suami-istri yang terdapat didalamnya ketenangan, kedamaian, kasih sayang dan dalam hadits disebut dengan Baiti jannatiy (rumahku adalah surgaku)Kita bisa belajar dari fakta dan relialita. Kaum isteri yang sudah ternoda mata air sakinahnya berdampak pada anak-anak sebagai penerus ummat Rasulullah saw. Siapa yang paling berdosa? Jelas yang mengotori dan menodainya. 
Hak dan Kewajiban yang buat oleh Allah dan Rasul-Nya, antara lain:
1. Suami adalah pemimpin rumah tangga
“Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..”(An-Nisa’: 34)
2. Suami dipatuhi dan tidak boleh ditentang
3. Tanpa izin suami, isteri tidak boleh mensedekahkan harta suami, dan tidak boleh berpuasa sunnah.
4. Suami harus dilayani oleh isteri dalam hubungan badan kecuali uzur, dan isteri tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya. Rasulullah saw bersabda:


“Isteri harus patuh dan tidak menentangnya. Tidak mensedekahkan apapun yang ada di rumah suami tanpa izin sang suami. Tidak boleh berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. Tidak boleh menolak jika suaminya menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Tidak diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami.” (Al-Faqih, 3:277)
5. Menyalakan lampu dan menyambut suami di pintu
6. Menyajikan makanan yang baik untuk suami
7. Membawakan untuk suami bejana dan kain sapu tangan untuk mencuci tangan dan mukanya
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit 
Rasulullah saw juga bersabda:
“Hak suami atas isteri adalah isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di pintu rumah saat ia datang, membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan dirinya kecuali ia sedang sakit.” (Makarim Al-Akhlaq: 215)
Rasulullah saw juga bersabda:
“(Ketahuilah) bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada suami.” (Makarim Al-Akhlaq:215)
Hak-Hak Isteri
1. Isteri sebagai sumber sakinah, cinta dan kasih sayang. Suami harus menjaga kesuciannya. (QS Ar-Rum: 21)
2. Isteri harus mendapat perlakukan yang baik
Wajib bagi seorang suami untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal istrinya dengan layak , hal ini telah disepakati oleh para ulama, sebagaimana firman- Allah:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ 
‘’Dan bergaullah dengan mereka secara patut.’’ (QS.An-Nisa’ 19)
 Keterangan: termasuk mempergauli istri dengan cara yang patut adalah menempatkan istri dirumah yang patut/layak baginya, sebab istri membutuhkan tempat tinggal yang dapat dipakai beristirahat, bersenang- senang dengan suaminya dan menutupi auratnya dari pandangan manusia, serta untuk menjaga hartanya, hanyasaja tempat tinggalnya disesuaikan dengan kemampuan sang suami, sebab Allah berfirman;
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ

‘’Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.’’ (QS.At-Thalaq 6)

3. Mendapat nafkah dari suami

Para fuqoha (ahli fiqih) bersepakat bahwa ukuran yang wajib diberikan sebagai nafkah adalah yang makruf/ yang patut atau wajar, sedangkan mayoritas pengikut madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali, mereka membatasi yang wajib adalah yang sekiranya cukup untuk kebutuhan sehari- hari, dan kecukupan itu berbeda- beda menurut perbedaan kondisi suami dan istri, kemudian hakim-lah yang memutuskan perkara jika ada perselisihan , Hal ini dedasari oleh firman Allah;
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
‘’Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.’’ (QS.al-Baqarah 233)

Kadar nafkah untuk kecukupan keluarga dalam kehidupan sehari- hari dengan cara yang wajar telah ditegaskan oleh Rasulullah, ketika Hindun bintu Itbah melaporkan yang suaminya yang sangat kikir, beliau bersabda;
خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
‘’Ambil-lah nafkah yang cukup untukmu dan anak- anakmu dengan cara yang wajar.’’ (HR.Bukhori 4945)
Para ulama berbeda pendapat tentang besaran nafkah yang harus diberikan suami kepada istrinya. Besaran  nafkah harus dilihat kondisi sang istri, ini adalah  madzhab maliki, berdasarkan firman Allah;
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.’’ (QS.al-Baqarah 233).
Besaran  nafkah harus dilihat kondisi sang suami, ini adalah riwayat madzhab hanafi dan Syafii yang lebih terkenal, dan hal ini didasari oleh firman-Nya;

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.’’(QS. ath-Thalaq [65]: 7)
Besaran nafkah ditentukan menurut kondisi keduanya (suami istri), ini adalah madzhab Hanbali dan demikianlah yang difatwakan oleh segenap ulama madzhab Hanafi , dan pendapat inilah yang lebih benar karena dengannya terkumpul semua dalil diatas (dalil pendapat pertama dan ke dua).

Pada dasarnya seorang suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya pada permulaan pagi setiap harinya, karena saat itulah kebutuhan nafkah (makanan dan minuman) mulai terasa, akan tetapi jika keduanya sepakat untuk menunda atau memajukannya, seperti setiap akhir pekan atau setiap awal bulan atau akhirnya dan semisalnya (karena suatu kemaslahatan), maka itu dibolehkan sebab nafkah hanyalah hak dan kewajiban suami istri.

4. Mendapatkan pakaian dari suami

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.’’ (QS.al-Baqarah 233).

Rasulullah bersabda;
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ 
‘’Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR. Muslim 2137).

5. Suami tidak boleh menyakiti dan membentaknya

Pada suatu hari Khaulah binti Aswad mendatangi Rasulullah saw dan bertanya tentang hak seorang isteri. Beliau menjawab:
“Hak-hakmu atas suamimu adalah ia harus memberimu makan dengan kwalitas makanan yang ia makan dan memberimu pakaian seperti kwalitas yang ia pakai, tidak menampar wajahmu, dan tidak membentakmu” (Makarim Al-Akhlaq:218)
Rasulullah saw juga bersabda:
“Orang yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah.”. (Makarim Al-Akhlaq:218)
“Terkutuklah! Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya.” (Makarim Al-Akhlaq:218)

6. Suami harus memuliakan dan bersikap lemah lembut

7. Suami harus memaafkan kesalahannya
Cucu Rasulullah saw Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata:
“Adapun hak isteri, ketahuilah sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan untukmu dia sebagai sumber sakinah dan kasih sayang. Maka, hendaknya kau sadari hal itu sebagai nikmat dari Allah yang harus kau muliakan dan bersikap lembut padanya, walaupun hakmu atasnya lebih wajib baginya. Karena ia adalah keluargamu Engkau wajib menyayanginya, memberi makan, memberi pakaian, dan memaafkan kesalahannya.”
Menghindari pertikaian
Rasulullah saw bersabda:
“Laki-laki yang terbaik dari umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya, menyayangi dan tidak berlaku zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa yang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)
“Barangsiapa yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550)
Isteri tidak boleh memancing emosi suaminya, Rasulullah saw bersabda:
“Isteri yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah swt amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.” (Makarim Al-Akhlaq: 202)
Ada suatu kisah, pada suatu hari seorang sahabat mendatangi Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah, aku memiliki seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung, ia sering menyapaku dengan mengatakan: Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika rizkimu yang kau risaukan, ketahuilah bahwa rizkimu ada di tangan Allah. Tapi jika yang kau risaukan adalah urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu.”
Setelah mendengar cerita sahabatnya Rasulullah saw bersabda:
“Sampaikan kabar gembira kepadanya tentang surga yang sedang menunggunya! Dan katakan padanya, bahwa ia termasuk salah satu pekerja Allah. Allah swt mencatat baginya setiap hari pahala tujuh puluh syuhada’.” Kisah ini terdapat dalam kitab Makarimul Akhlaq: 200.
BIMBINGAN RASULULLAH DALAM KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku uswatun hasanah (suri tauladan yang baik) yang patut dicontoh telah membimbing umatnya dalam hidup berumah tangga agar tercapai sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Bimbingan tersebut baik secara lisan melalui sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam maupun secara amaliah, yakni dengan perbuatan/contoh yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallamlakukan. Diantaranya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menghasung seorang suami dan isteri untuk saling ta’awun (tolong menolong, bahu membahu, bantu membantu) dan bekerja sama dalam bentuk saling menasehati dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana sabda beliaushallallahu ‘alaihi wasallam:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Nasehatilah isteri-isteri kalian dengan cara yang baik, karena sesungguhnya para wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian atasnya (paling atas), maka jika kalian (para suami) keras dalam meluruskannya (membimbingnya), pasti kalian akan mematahkannya. Dan jika kalian membiarkannya (yakni tidak membimbingnya), maka tetap akan bengkok. Nasehatilah isteri-isteri (para wanita) dengan cara yang baik.” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits tersebut, kita melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing para suami untuk senantiasa mendidik dan menasehati isteri-isteri mereka dengan cara yang baik, lembut dan terus-menerus atau berkesinambungan dalam menasehatinya. Hal ini ditunjukkan dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
yakni “jika kalian para suami tidak menasehati mereka (para isteri), maka mereka tetap dalam keadaan bengkok,” artinya tetap dalam keadaan salah dan keliru. Karena memang wanita itu lemah dan kurang akal dan agamanya, serta mempunyai sifat kebengkokan karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi, sehingga senantiasa butuh terhadap nasehat.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahkan ini dianjurkan bagi seorang isteri untuk memberikan nasehat kepada suaminya dengan cara yang baik pula, karena nasehat sangat dibutuhkan bagi siapa saja. Dan bagi siapa saja yang mampu hendaklah dilakukan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu nasehat.” (HR. Muslim no. 55)
Maka sebuah rumah tangga akan tetap kokoh dan akan meraih suatu kehidupan yang sakinahinsya Allah, dengan adanya sikap saling menasehati dalam kebaikan dan ketakwaan.
DI ANTARA TIPS/CARA MERAIH KEHIDUPAN YANG SAKINAH
Keluarga sakinah adalah tempat kita bernaung dari segala permasalahan kehidupan. Rumah yang diisi dengan keluarga sakinah akan menjadi rumah yang dirindukan. Rumah penyejuk hati yang akan menghibur pemiliknya setiap kali singgah di rumah tersebut.
Bagaimana kiat membangun keluarga sakinah? Kiat membangun keluarga sakinah harus diketahui sedini mungkin, bukan hanya pada saat akan menikah. Seorang remaja harus memahami bagaiaman kiat membangun keluarga sakinah sebelum ia masuk pada usia pernikahan dan selanjutnya menjalani pernikahan tersebut.
Berdzikir 
Ketahuilah, dengan berdzikir dan memperbanyak dzikir kepada Allah, maka seseorang akan memperoleh ketenangan dalam hidup (sakinah). Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah, (maka) hati (jiwa) akan (menjadi) tenang.” (Ar Ra’d: 28)
Baik dzikir dengan makna khusus, yaitu dengan melafazhkan dzikir-dzikir tertentu yang telah disyariatkan, misal: أَسْتَغْفِرُالله , dan lain-lain, maupun dzikir dengan makna umum, yaitu mengingat, sehingga mencakup/meliputi segala jenisibadah atau kekuatan yang dilakukan seorang hamba dalam rangka mengingat Allah subhanahu wata’ala, seperti sholatshoum (puasa), shodaqoh, dan lain-lain.
Bersyukur Telah Dikaruniai Pasangan Hidup

Mensyukuri nikmat Allah adalah merupakan kewajiban bagi tiap hamba-hambaNya. Karena tidak sedikit manusia yang sampai akhir hayatnya tidak mempunyai pasangan hidup. 

Mensyukuri ini juga artinya kita siap dengan kelebihan dan kekurangan pasangan hidup kita. Apapun itu. Karena pada umumnya ketika berkenalan dulu kita hanya mengenal akan kebaikan-kebaikan dari pasangan kita. 

Setelah kita mengarungi bahtera rumah tangga lambat laun kita juga akan mengetahui kekurangan pada istri atau suami kita. Tetapi itulah rumah tangga, saling melengkapi satu sama lain dan menutupi kekurangan satu sama lain.
Memilih Kriteria Suami atau Istri Yang Tepat

Ini dilakukan sebelum masa pernikahan dimulai. Agar terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam menentukan kriteria suami maupun istri haruslah tepat. Diantara kriteria tersebut misalnya beragama islam dan shaleh maupun shalehah, berasal dari keturunan dan keluarga yang kita percayai yang baik-baik.

Mempunyai akhlak mulia, sopan santun dan bertutur kata yang baik. Ini juga yang harus dilakukan dalam rangka untuk sebagai cara menciptakan keluarga sakinah mawaddah warahmah pertama kalinya.
Menuntut ilmu agama
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
“Tidaklah berkumpul suatu kaum/kelompok disalah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), (yang mana) mereka membaca Al Qur`an dan mengkajinya diantara mereka, kecuali akan turun (dari sisi Allah subhanahu wata’ala) kepada mereka as sakinah (ketenangan).” (Muttafaqun ‘alaihi. Hadits shohih, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Dalam hadits diatas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira bagi mereka yang mempelajari Al-Qur`an (ilmu agama), baik dengan mempelajari cara membaca maupun dengan membaca sekaligus mengaji makna serta tafsirnya, yaitu bahwasanya Allah akan menurunkan as sakinah (ketenangan jiwa) pada mereka.
Menjalankan Kewajiban dan Hak Sebagai Suami dan Istri Dengan Baik

Dalam Islam telah banyak diajarkan bagaimana hak seorang istri, kewajiban seorang istri. Apa saja yang menjadi bagian dari sebuah kewajiban seorang suami, apa hak-hak suami dalam rumah tanggaBila kesemuanya bisa dijalankan dengan baik maka hal ini bisa menjadi jalan untuk menciptakan keluarga harmonis dalam sebuah lingkungan masyarakat.Demikian tadi beberapa kiat meraih keluarga bahagia dan harmonis dalam sebuah keluarga. Karena memang kebahagiaan keluarga dalah merupakan awal baik dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang kuat, beriman dan berakhlak baik serta cerdas di kemudian hari.
Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu menutup aurat, melindungi diri dari panas dingin, perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik jika saat keluar rumah istri atau suami tampil menarik agar dilihat orang banyak. Sedangkan giliran ada dirumah suami atau istri berpakaian seadanya, tidak menarik, awut-awutan, sehingga pasangannya tidak menaruh simpati sedikitpun padanya. Suami istri saling menjaga penampilan pada masing-masing pasangannya.
Basiitun Fii Jawaanibihi (memudahkan segala hal)
Artinya mencari yang mudah-mudah saja. Tidak perlu repot-repot, baik dari sisi materi maupun non materi (maknawi, dari materi berarti tidak berlebih-lebihan (mubadzir) dalam hal makan, minum dan perabotan rumah tangga dan sebagainya. Hal ini termaktub dalam Kalamul Ilahi QS. Al-A’rof ayat 31 yang berbunyi: 
“Makan dan minumlah kamu semua dan jaganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. 
Jadi,  dalam masalah ini kita tidak perlu melihat orang lain, sebab rezeki setiap orang tidaklah sama. Kebahagian hidup kita haruslah diukur dengan kemampuan diri kita sendiri, tidak diukur dengan kemampuan orang lain. Dan dari sisi maknawi tercermin dalam sikap perilaku dan berpikir yaitu yang gampang gampang saja, tidak perlu berpikir yang repot-repot.

Sayyidah A’isyah RA,mengata kan bahwa : “Rasululloh SAW tidak diminta untuk memilih diantara dua hal kecuali beliau memilih yang paling mudah”. Hidup ini hanya beribadah kepada Alloh, bukan untuk manusia. Jadi terserah mereka apakah mau senang atau benci kepada kita. Misalnya, dalam urusan rumah tangga, mengatur perabotan rumah sesuai dengan selera kita bukan selera orang lain dan tidak mungkin membuat semua orang ridlo kepada kita. Kita bisa melihat peristiwa sahabat Lukmanul Hakim bersama anaknya sambil membawa himar (anak kuda) berkeliling kampung, singkat cerita semua orang  berkomentar menganggap Lukmanul Hakim dan anaknya “Gila”itulah manusia. Kita tidak mungkin bisa memuaskan semua orang, jadi ukuran kebahagiaan adalah pada diri kita sendiri, yang penting kita senang, tidak mengganggu, merepot kan serta membebani orang lain.

Baitun Thoohirun Wanadhiifun (rumah yang suci dan bersih)
Walaupun kita mempunyai rumah yang kecil, tetapi bersih dan suci dari kotoran kotoran yang menempel didinding,dilantai dan sebagainya.Kita tahu  bahwa Allah mencintai orang-orang yang selalu menjaga kebersihan dan kesucian.

5. Hifdul Sautur Rofi’ Wa Surookhon (menghindari suara keras dan berteriak)
Alloh berfirman dalam surat Al-Lukman ayat 19 artinya:

"Hendaklah kamu rendahkan suaramu Karena  yang paling tidak disenangi dalam suara ini adalah suara himar".
Dengan merendahkan suara bisa membentuk rumah Sakinah, Mawaddah Warrohmah (tenang/tentram rasa kasih dan sayang) jika kita memarahi anak-anak tidak perlu berteriak-teriak, mendengarkan TV,VCD,TIPE, suaranya jangan terlalu keras karena tidak baik didengar tetangga yang ada dikanan kiri kita.bila keadaan rumah kita tenang maka penghuninya juga hatinya tenang dan tentram sebaliknya bila keadaan rumah kita gaduh,ramai maka hati kita keras,sumpek,mudah stress,hal ini kurang baik menurut agama dan ilmu fisiologi family (Ilmu Kejiwaan Keluarga).

Rasulullah SAW memberitahukan pada sahabat-sahabatnya bahwa Sayyidah Khodijah(Istri beliau) masuk surga dengan menempati rumah yang terbuat dari bamboo yang tenang, tidak ada suara keras dan teriak. Dalam hadits ini disebutkan bambu surga disifati tidaka ada suara keras dan teriak.mengapa demikian? Ulama berkomentar bahwa ketika Khodijah diajak masuk Islam oleh Rasululloh beliau tidak pernah membantah, berkomentar, tapi beliau masuk Islam dengan ikhlas karena itulah beliau mempunyai rumah yang terbuat dari bambu dan rumah yang paling tenang adalah rumahnya Khodijah. Dan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah ketika suami istri terjadi su`ut tafahhum (kesalah fahaman) sehingga terjadi pertengkaran di dalam rumah hendaknya diredam jangan sampai anak-anak kita mengetahui ayah-ibunya bertengkar didepan matanya hal ini bisa mempengaruhi kejiwaan,akhlak,dan rasa kasih sayang anak-anak kita.

Islam memberikan solusi di dalam berumah tangga yaitu: Tasammuh (Toleransi), Tanaashuh (Saling sehat-menasehati), Ta`awwun (Saling tolong menolong), Taghooful (Mudah melupakan kesalahan suami-istri), dan Tawaazun (Sikronosasi/mengalah/tidak ego). Seorang muslim hendaknya mempunyai motto BAITIY JANNATY (Rumahku adalah Surgaku).Sehingga keluarga kita berada didalam rumahnya beranggapan bertempat tinggal didalam surga,hal yang lain adalah janganlah mencela atau meremehkan makanan karena bisa jadi akhirnya yang masak bisa tersinggung, terutama tersinggung,terutama istri,sehingga bisa mengundang pertengkaran.

Ibtaahajul Usroh (menyenangkan keluarga)
Menyenangkan keluarga di dalam mengarungi bahtera rumah tangga sudah menjadi sunahtulloh, menghadapi liku-liku kehidupan baik suka maupun duka dan hendaknya jangan selalu terlihat dalam suasana yang serius, jadi perlu diselingi candaria dengan keluarga (suami-istri,anak), Rasulullah adalah orang yang paling baik berhubungan dengan keluarganya, meskipun beliau umurnya sudah sepuh (50 tahun) guyon dengan Sayyidah Aisyah main balapan, siram-siraman air ketika mandi dan sebagainya. Hal ini perlu dipraktekkan di dalam kehidupan kita supaya rumah tangga kita Sakinah Mawaddah warrohmah.Ketika beliau memberikan tausyiah kepada para sahabat-sahabat Beliau, semua sahabat tidak ada yang mengangkat kepalanya karena kebesaran haibah (karisma) Rasulullah SAW.
Memasuki dunia baru bagi pasangan baru, atau lebih dikenal dengan pengantin baru memang merupakan suatu yang membahagiakan. Tetapi bukan berarti tanpa kesulitan. Dari pertama kali melangkah ke pelaminan, semuanya sudah akan terasa lain. Lepas dari ketergantungan terhadap orang tua, teman, saudara, untuk kemudian mencoba hidup bersama orang - yang mungkin - belum pernah kenal sebelumnya. Semua ini memerlukan persiapan khusus (walaupun sebelumnya sudah kenal), agar tidak terjebak dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Diantara persiapan yang harus dilakukan oleh pasangan baru yang akan mengarungi bahtera rumah tangga:

Persiapan Keilmuan. Perkawinan tidak lepas dari ilmu, barangsiapa mengetahui ilmunya, maka ia dapatkan hikmah dan fungsi di kemudian hari. Hidup di bawah naungan pernikahan amatlah sederhana (tetapi bukan berarti gampang), sesederhana hidup membujang. Ketika seseorang merasa berat dengan hidup membujang begitupun dengan pernikahan, bukan saja sebagai halangan, bahkan menjadi beban dalam hidupnya. Dianatara bentuk keilmuan yang harus dilalui oleh pasangan; membaca buku-buku tentang perkawinan, rajin mengikuti seminar atau workshop perkawinan, dan bertanya kepada pasangan yang mampu berbagi pengalaman kehidupannya.

Persiapan Mental. Perpindahan dari dunia remaja memasuki fase dewasa - di bawah naungan perkawinan - akan sangat berpengaruh terhadap psikologis, sehingga diperlukan persiapan mental dalam menyandang jabatan baru, sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga. Kalaupun sekarang anda telah terlanjur menyandang predikat tersebut sebelum anda sempat berpikir sebelumnya, Anda belum terlambat. Anda bisa memulainya dari sekarang, menyiapkan mental anda lewat buku-buku bacaan tentang cara-cara berumah tangga, atau Anda dapat belajar dari orang-orang terdekat, yang dapat memberikan nasehat bagi rumah tangga anda
Mengenali Pasangan. Kalau dulu orang dekat anda adalah ibu, teman, atau saudara Anda yang telah Anda kenal sejak kecil, tetapi sekarang orang yang nomor satu bagi Anda adalah pasangan Anda. Walaupun pasangan Anda adalah orang yang telah Anda kenal sebelumnya, tetapi hal ini belumlah menjamin bahwa Anda telah benar-benar mengenal kepribadiannya. Keadaannya lain. Masa sebelumnya dengan lingkungan rumah tangga jauh berbeda. Apalagi jika pasangan Anda adalah orang yang belum pernah Anda kenal sebelumnya. Disini perlu adanya penyesuaian-penyesuaian. Anda harus mengenal lebih jauh pasangan Anda, segala kekurangan dan kelebihannya, untuk kemudian Anda pahami bagaimana sebaiknya Anda bersikap, tanpa harus mempersoalkan semuanya. Karena sesungguhnya bersama pasangan, Anda hidup dalam rumah tangga untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta keharmonisan.

Menyusun Agenda Kegiatan. Kesibukan Anda sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga tentunya akan lebih banyak menyita waktu di banding ketika Anda masih sendiri. Hari-hari kemarin bisa saja Anda sempat mengikuti segala macam kegiatan yang Anda sukai kapan saja anda mau. Persoalannya sekarang adalah Anda tidak sendiri, kehadiran pasangan Anda disamping Anda tidak boleh Anda abaikan. Tetapi Anda tak perlu menarik diri dari aktifitas atau kegiatan yang Anda butuhkan. Anda dapat membuat agenda untuk efektifitas kerja, pilah dan pilih kegiatan apa yang sekiranya dapat Anda ikuti sesuai dengan waktu yang Anda miliki dengan tanpa mengganggu tugas sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga.

Mempelajari Kesenangan Pasangan. Perhatian-perhatian kecil akan mempunyai nilai tersendiri bagi pasangan Anda, apalagi di awal perkawinan. Anda dapat melakukannya dengan mempelajari kesenangan pasangan Anda, mulai dari selera makan, kebiasaan, hobi dan lainnya. Tidak menjadi masalah jika ternyata apa yang disenanginya tidak Anda senangi.

Adaptasi Lingkungan. Lingkungan keluarga, famili dan masyarakat baru sudah pasti akan Anda hadapi. Anda harus bisa membawa diri untuk masuk dalam kebiasaan-kebiasaan (adat) yang ada di dalamnya. Kalau Anda siap menerima kehadiran pasangan, berarti pula Anda harus siap menerimanya bersama keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Awalnya mungkin akan terarasa asing, kaku, tapi semuanya akan terbiasa jika anda mau membuka diri untuk bergaul dengan mereka, mengikuti adat yang ada, walaupun anda kurang menyukainyaSehingga akan terjalin keakraban antara anda dengan keluarga, famili dan lingkungan masyarakat yang baru. Karena hakekat pernikahan bukan perkawinan antara anda dan pasangan anda, tetapi, lebih luas lagi antara keluarga anda dan keluarga pasangan anda, antara desa anda dengan desa pasangan anda, antara bahasa anda dengan bahasa pasangan anda, antara kebiasaan (adat) anda dengan kebiasaan pasangan anda. Dst.

Menanamkan rasa saling percaya. Tidak salah jika suatu saat anda merasa curiga dan cemburu. Tetapi harus anda ingat, faktor apa yang membuat anda cemburu dan seberapa besar porsinya. Tidak lucu jika anda melakukannya hanya dengan berdasar perasaan. Hal itu boleh saja untuk sekedar mengungkapkan rasa cinta, tetapi tidak baik juga kalau terlalu berlebihan. Sebaiknya anda menanamkan sikap saling percaya, sehingga anda akan merasa tenang, tidak diperbudak oleh perasaan sendiri. Yakinkan, bahwa pasangan anda adalah orang terbaik yang anda kenal, yang sangat anda cintai dan buktikan juga bahwa anda sangat membutuhkan kehadirannya, kemudian bersikaplah secara terbuka.

Musyawarah. Persoalan-persoalan yang timbul dalam rumah tangga harus dihadapi secara dewasa. Upayakan dalam memecahkan persoalan anda mengajak pasangan anda untuk bermusyawarah. Demikian juga dalam mengatur perencanaan-perencanaan dalam rumah tangga, sekecil apapun masalah yang anda hadapi, semudah apapun rencana yang anda susun. Anda bisa memilih waktu-waktu yang tepat untuk saling tukar pikiran, bisa di saat santai, nonton atau dimana saja sekiranya pasangan anda sedang dalam keadaan bugar.
Menciptakan suasana Islami. Suasana Islami ini bisa anda bentuk melalui penataan ruang, gerak, tingkah laku keseharian anda dan lain-lain. Sholat berjama'ah bersama pasangan anda, ngaji bersama (tidak perlu setiap waktu, cukup habis maghrib atau shubuh), mendatangi majlis ta'lim bersama dan membuat kegiatan yang Islami dalam rumah tangga anda.

Kiat-kiat Berumah tangga Bahagia

Perkawinan merupakan wujud menyatunya dua hamba Allah ke dalam satu tujuan yang sama. Dan salah satu tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagiaan yang langgeng bersama pasangan hidup. Namun, jalan menuju kebahagiaan tak selamanya mulus. Banyak hambatan, tantangan, dan persoalan yang terkadang menggagalkan jalannya rumah-tangga. Buktinya, perceraian kini sudah menjadi persoalan biasa, bukan lagi soal tabu bagi sebagian masyarakat. Nah, bagaimana kita mengantisipasi supaya mahligai rumah-tangga kita tidak goyang? Inilah 10 tips menuju perkawinan yang bahagia.

Cinta (MahabbahCinta merupakan energi yang dahsyat untuk mengembangkan dan menyempurnakan kepribadian Anda. Cinta akan membantu membuang semua rintangan yang muncul di tengah perjalanan rumah tangga. Perkawinan yang dibangun tanpa landasan cinta sebetulnya adalah omong-kosong belaka. Perkawinan tanpa cinta sama saja membangun rumah tanpa tiang. Rapuh dan lama-lama akan hancur dan roboh. Meski bukan satu-satunya syarat, cinta sangat berperan dalam membangun perkawinan yang langgeng. Maka, cinta dalam perkawinan adalah sesuatu yang mutlak dan harus.

Seiman (UkhuwwahCinta saja tentu belum cukup untuk menciptakan perkawinan yang bahagia. Prinsip memilih pasangan/pendamping yang seiman juga merupakan salah satu kunci dalam mencapai kebahagiaan rumah tangga. Jangan anggap enteng soal yang satu ini.

Saling percaya (AmaanahTanpa rasa saling percaya antara pasangan suami-istri, perkawinan tentu tak akan berjalan mulus. Bagaimana bisa mulus jika suami atau istri selalu mengawasi gerak-gerik kita karena ketidakpercayaannya itu? Yang muncul adalah kegelisahan, kecurigaan, kekhawatiran, tak pernah merasa tenteram, dan sebagainya. Ujung-ujungnya, Anda berdua justru saling menyalahkan dan menuduh. Rasa saling percaya akan mengantarkan Anda pada perasaan aman dan nyaman. Kuncinya, jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan suami Anda. Istri tak perlu mencurigai suami, dan sebaliknya, suami juga tak perlu mencurigai istri. Membangun rasa saling percaya juga merupakan perwujudan cinta yang dewasa.

Seks (Hubb). Ya, seks memang perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk memperoleh keturunan, namun manusia perlu juga mengembangkan seks untuk mencapai kebahagiaan bersama pasangan hidupnya. Kegiatan seks mestinya adalah penyerahan total, saling menyerahkan diri kepada suami atau istrinya sehingga hubungan terpupuk semakin dalam. Kegiatan seks yang timpang akan menjadi masalah serius bagi suami- istri. Uring-uringan, cekcok, dan gelisah, merupakan akibat yang biasanya muncul jika soal yang satu ini muncul. Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran dalam mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah untuk saling memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi pasangan. Kegiatan seks yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi Anda berdua. Bukankah seks yang menyenangkan akan berakibat turunnya karunia dari Allah?

Ekonomi (MaaliyahHampir sebagian besar waktu dalam keluarga dewasa ini, khususnya pasangan suami-istri muda perkotaan, adalah untuk mencari nafkah. Artinya, tak bisa dipungkiri bahwa faktor ekonomi tak bisa dianggap remeh. Bayangkan, apa yang bakal terjadi seandainya rumah tangga tak didukung oleh topangan ekonomi yang memadai. Bisa jadi timbul percekcokan. Banyak kita dengar, pasangan suami-istri yang akhirnya bercerai gara-gara persoalan ekonomi. Rumah tangga berantakan, hidup susah, suami-istri selalu bertengkar, dan sebagainya. Bisa dibilang, salah satu tolok ukur keberhasilan keluarga adalah baik secara ekonomi, meski faktor satu ini bukan merupakan satu-satunya ukuran. Mengatur ekonomi secara benar juga akan memberikan perasaan aman dan bahagia.

Kehadiran anak (DzurriyyahAnak adalah karunia Allah yang tak terkirakan nilainya. Perkawinan tanpa kehadiran anak seringkali memicu persoalan tersendiri. Banyak keluarga atau pasangan suami-istri yang sulit mendapatkan anak dan 'mati-matian' berupaya dan berikhtiar agar mempunyai keturunan. Kehadiran seorang anak juga membuat suami-istri memiliki keterikatan dan tanggung jawab untuk membesarkan, merawat dan mencintai bersama-sama. Jadi, kehadiran anak secara tidak langsung akan semakin mendekatkan pasangan suami-istri.

Hindari pihak "ketiga" (I'timaad 'ala nafsKehidupan perkawinan merupakan otonomi tersendiri, yang sebaiknya tak dicampuri secara langsung oleh pihak lain, yang biasanya disebut pihak ketiga. Kehadiran pihak ketiga yang ikut campur tangan atau memberi pengaruh negatif dan masuk ke wilayah otoritas keluarga, bisa menciptakan bencana bagi rumah tangga tersebut. Banyak contoh keluarga yang hancur gara-gara pihak ketiga. Entah karena masih satu rumah dengan mertua, saudara ipar, tetangga, dan sebagainya. Jadi, bila Anda menginginkan kehidupan rumah tangga Anda langgeng bahagia, sebisa-bisanya hindari campur tangan negatif pihak ketiga. Bila sebaliknya, justru sangat diperlukan.

Menjaga romantisme (MuhaafadhahTerkadang, pasangan suami-istri yang sudah cukup lama membangun mahligai rumah tangga tak lagi peduli pada soal yang satu ini. Tak ada kata-kata pujian, makan malam bersama, bahkan perhatian pun seperti barang mahal. Padahal, menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-istri sampai kapan pun. Sekedar memberikan bunga, mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat romantis akan selalu memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda. Tentu, ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling membutuhkan.

Komunikasi (MuhaadatsahKomunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Hilangnya komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga. Bagaimana mungkin hubungan suami-isteri akan mulus jika menyapa pun enggan dilakukan. Jika rumah tangga adalah sebuah mobil, maka komunikasi adalah rodanya. Tanpanya, tak mungkin rasanya rumah tangga berjalan.
Banyak terjadi, suami atau istri apatis terhadap pasangannya karena terlalu sibuk bekerja. Suami-istri bekerja, sementara anak sibuk dengan urusannya sendiri, sehingga rumah hanya seperti tempat kos, masing-masing pribadi tidak saling tegur sapa. Ini sama halnya menaruh bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Bisa-bisa, di antara Anda kemudian mencari pelampiasan dengan mencari teman di luar untuk curhat dan tak betah lagi tinggal di rumah. Jadi, cobalah untuk selalu menjaga komunikasi suami dan isteri. Luangkan waktu untuk duduk atau ngobrol bersama, sekalipun hanya 5 menit setiap hari. Teleponlah atau kirimkan email pada saat Anda berdua berada di kantor Anda masing-masing. Atau makan siang bersama. Intinya, ciptakan komunikasi, sehingga masing-masing pribadi merasa dibutuhkan.

Saling memuji dan memperhatikan (Mulaathofah) Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagipasangan suami-isteri. Ucapan bernada pujian akan semakin memperkuat ikatan suami-istri. Tanpa pujian atau perhatian, bisa-bisa yang ada hanya saling mencela dan merendahkan. Memberikan pujian ringan seperti "Masakan Mama hari ini luar biasa, lho!" atau "Wah, Papa tambah keren pakai dasi itu." Ucapan-ucapan sepele seperti itu akan memberikan dorongan/semangat yang luar biasa. Pasangan Anda pun akan merasa dihargai. Memuji tak butuh biaya atau ongkos mahal, kok. Yang dibutuhkan adalah ketulusan dan rasa cinta pada suami.

Kiat membangun keluarga sakinah pada hakikatnya adalah mendekatkan keluarga dengan nilai-nilai Islam. Semakin dekat sebuah keluarga dengan ajaran Islam sebagai agamanya, maka akan semakin membuat nilai-nilai keberkahan itu hadir dalam kehidupan rumah tangga. Kesakinahan bersama pasangan maupun anak-anak akan mudah diraih.

Keluarga sakinah adalah awal dari berdirinya sebuah masyaarakat madani. Dimulai dari keluarga, selanjutnya akan lahirlah negara yang berkahi oleh Allah SWT. Membangun keluarga yang Sakinah merupakan sebuah awalan yang baik untuk menciptakan kondisi masyarakat yang ideal. Diawali dengan keluarga Sakinah, menuju masyarakat Madani. Insya Allah. Semoga rumah kita adalah tempat yang nyaman, krasan, damai, tentram (Baitiy Jannatiy). Insya Allah dengan hal-hal inilah yang memungkinkan terbukanya hidayah dalam rumah tangga, semoga senantiasa menjadi rumah tangga yang Sakiinah, Mawaddah Warahmah. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Yusuf, A. 2010. Fiqh Keluarga Pedoman dalam Islam. Jakarta: Amzah.

Fuad Kauma dan Nipan. 2003. Membimbing Istri Mendampingi Suami. Yogyakarta: Mitra Pustaka

Maimunah Hasan. 2001, Rumah Tangga Muslim. Yogyakarta: Bintang Cemerlang

Mustafa Masyhur. 1999. Qudwah di jalan Dakwah. Jakarta: Citra Islami Press

Nawawi al-Bantani. 2000.  Hak dan Kewajiban Suami Istri (Pedoman Membina Keluarga Sakinah)Yogyakarta: Ash-Shaff.

Yusuf Qordhawi. 2007. Halal Haram dalam Islam. Laweyan: Era Intermedia.

Zaid bin Muhammad ar-Rummaniy.  Tsulatsiyyah al-Hayah az-Zawjiyyah: as-Sakan, al-Mawaddah, ar-Rahmah