GURU
ANTARA KEMAMPUAN DAN PROFESI
Oleh: Drs. SOBAR
YAQUB, M.Pd
(Kepala SMPN 3 Paguyangan Brebes)
A. PENDAHULUAN
Pendidikan
pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia,
pendidikan amat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan
guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur
secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003).
Fungsi
pendidikan harus betul-betul diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional sebab tujuan berfungsi sebagai pemberi arah yang
jelas terhadap kegiatan penyelenggaraan pendidikan
sehingga penyelenggaraan pendidikan harus diarahkan kepada (1) pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa, (2) pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan
yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, (3) pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat, (4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran, (5) pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, (6)
pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.
Peningkatan
mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat
dalam proses pendidikan. Salah satu factor utama yang menentukan mutu
pendidikan adalah guru.Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi
rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis, maka setiap usaha
peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan
guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya.
Guru adalah
figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam
pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia
pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama
yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut tidak dapat disangkal kerana
lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. sebagai besar waktu guru
ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat (Djamarah, 2000).
Guru
merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal
pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan
menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat
mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas
lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru
dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun
demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya.
Guru
merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi,
membina dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak, guru dituntut
untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan
pengajar dan kemampuan tersebut tercermin pada kompetensi guru. Berkualitas
tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas dan
inovasi yang dimiliki guru. Gunawan (1996) mengemukakan bahwa Guru
merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di
kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kehadiran
guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap memegang peranan yang
penting. Peran tersebut belum dapat diganti dan diambil alih oleh apapun. Hal
ini disebabkan karena masih banyak unsur-unsur manusiawi yang tidak dapat
diganti oleh unsur lain. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling
penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering
dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. (Wijaya dan
Rusyan, 2004).
Guru dituntut
memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan
semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan
guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat
dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga
kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan.
Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan
kinerja yang ditunjukkan guru.
Guru sebagai
pekerja harus berkemampuan yang meliputi penguasaan materi pelajaran,
penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara
menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu
guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Hal ini
sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1)
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Harapan
dalam Undang-Undang tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma pola
mengajar guru yang pada mulanya sebagai sumber informasi bagi siswa dan selalu
mendominasi kegiatan dalam kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan
guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran dan selalu terjadi
interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam kelas.
Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama
memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran.
Pidarta
(2009) menyatakan bahwa setiap guru adalah merupakan pribadi yang
berkembang. Bila perkembangan ini dilayani, sudah tentu dapat lebih
terarah dan mempercepat laju perkembangan itu sendiri, yang pada akhirnya
memberikan kepuasan kepada guru-guru dalam bekerja di sekolah sehingga sebagai
pekerja, guru harus berkemampuan yang meliputi unjuk kerja, penguasaan materi
pelajaran, penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara
menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya.
Guru pada
prinsipnya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk berkreasi guna meningkatkan
kinerjanya. Namun potensi yang dimiliki guru untuk berkreasi sebagai upaya
meningkatkan kinerjanya tidak selalu berkembang secara wajar dan lancar
disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor baik yang muncul dalam pribadi
guru itu sendiri maupun yang terdapat diluar pribadi guru. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kondisi dilapangan mencerminkan keadaan guru yang tidak sesuai
dengan harapan seperti adanya guru yang bekerja sambilan baik yang sesuai
dengan profesinya maupun diluar profesi mereka, terkadang ada sebagian guru
yang secara totalitas lebih menekuni kegiatan sambilan dari pada kegiatan
utamanya sebagai guru di sekolah.
Kenyataan
tersebut sangat memprihatinkan dan mengundang berbagai pertanyaan tentang
konsistensi guru terhadap profesinya. Disisi lain kinerja guru pun
dipersoalkan ketika memperbicangkan masalah peningkatan mutu pendidikan.
Kontroversi antara kondisi ideal yang harus dijalani guru sesuai harapan
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dengan
kenyataan yang terjadi dilapangan merupakan suatu hal yang perlu dan patut
untuk dicermati secara mendalam tentang faktor penyebab munculnya dilema
tersebut, sebab hanya dengan memahami faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
guru maka dapat dicarikan alternatif pemecahannya sehingga faktor tersebut
bukan menjadi hambatan bagi peningkatan kinerja guru melainkan mampu
meningkatkan dan mendorong kinerja guru kearah yang lebih baik sebab kinerja
sebagai suatu sikap dan perilaku dapat meningkat dari waktu ke waktu.
Untuk itu,
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru dipandang perlu untuk dipelajari,
ditelaah dan dikaji secara mendalam agar dapat memberikan gambaran yang jelas
faktor yang lebih berperan dan urgen yang mempengaruhi kinerja guru.
B. Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme
Istilah profesionalisme
berasal dari profession yang pekerjaan (Echol, 2000:449). Arifin
(2005:105) dalam buku Kapita Selekta
Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan atau latihan khusus. Kusnandar (2007:45) dalam karyanya yang
berjudul Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menyebutkan bahwa profesionalisme
berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan
yang ingin atau akan ditekuni oleh
seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu
yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian
tertentu.
Martinis Yamin (2003:3)
menyatakan bahwa profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan
berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik,
dan prosedur berlandaskan intelektualitas. Sedangkan Jasin Muhammad
yang dikutip oleh Yunus Namsa (2001:29), menjelaskan bahwa profesi
adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan
teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang
berorientasi pada pelayanan yang ahli. Pengertian profesi ini tersirat makna
bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur
yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli.
Berdasarkan definisi di
atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau
keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan
tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan
demikian, profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang
pendidikan, pengajaran, dan pelatihan
yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
hidup yang bersangkutan.
Guru sebagai profesi
berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi
(keahlian dan kewenangan) dalam
pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut
secara efektif dan
efisien serta berhasil guna
(Kusnandar, 2007:46).
Adapun mengenai kata
Profesional, Uzer Usman (14-15) memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu
pekerjaan yang bersifat professional memerlukan
beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian
diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata
professional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian
seperti guru, dokter, hakim, dan
sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah
pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk
itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat
memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka
pengertian guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.
Tilaar (2002:86)
menjelaskan pula bahwa seorang profesional menjalankan pekerjaannya sesuai
dengan tuntutan profesi atau dengan kata
lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan
profesinya. Seorang profesional
menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran.
Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang
profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu
karyanya secara sadar,
melalui pendidikan dan pelatihan.
Adapun mengenai pengertian
profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian
tertentu diperlukan dalam pekerjaan
tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan
khusus atau latihan khusus (Arifin, 2007:105).
Profesionalisme guru
merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata
pencaharin. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk
melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang
profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang kaya di bidangnya (Kusnandar, 2007:46-47). Sedangkan Oemar
Hamalik (2006:27) mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang
telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah
mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas
besar.
Berpijak dari penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa, profesi
adalah suatu jabatan, profesional adalah
kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan
tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional.
2. Profesi Guru
Dedi Supriyadi (2009)
menyatakan bahwa guru sebagai suatu profesi di Indonedia baru dalam taraf
sedang tumbuh (emerging profession)
yang tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh
profesi-profesi lainnya, sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang
setengah-setengah atau semi profesional.
Pekerjaan profesional
berbeda dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan
kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Dengan kata lain,
pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan
oleh mereka yang khususnya dipersiapkan untuk itu.
Pengembangan profesional
guru harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna
meningkatkan mutu pendidikan. Perkembangan profesional adalah proses dimana
guru dan kepala sekolah belajar, meningkatkan dan menggunakan pengetahuan,
keterampilan dan nilai secara tepat.
Profesi guru memiliki tugas
melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan
layanan yang optimal dalam bidang pendidikan kepada msyarakat. Secara khusus
guru di tuntut untuk memberikan layanan professional kepada peserta didik agar
tujuan pembelajaran tercapai. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah
orang yang memeiliki kemamapuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal.
Ornstein dan Levine (dalam
Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan
yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini sebagai berikut:
a.
Melayani masyarakat,
merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan)
b.
Memerlukan bidang ilmu
dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang
dapat melakukan)
c.
Menggunakan hasil
penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru di kembangkan dari
hasil penelitian)
d.
Memerlukan pelatihan
khusus dengan waktu yang panjang
e.
Terkendali berdasarkan
lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan
tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan
untuk dapat mendudukinya).
f.
Otonomi dalam membuat
keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang
lain)
g.
Menerima tanggung
jawab terhadap keputusan yang diabil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang
berhubung dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap
apa yang diputuskan, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lain lebih
tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h.
Mempunyai komitmen
terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan
diberikan.
i.
Menggunakan
administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari
supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga adminstrasi untuk
mendata klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan
dokter sendiri)
j.
Mempunyai organisasi yang
diatur oleh anggota profesi sendiri.
k.
Mempunyai asosiasi
profesi atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan
anggotanya ( keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
l.
Mempunyai kode etik
untuk mejelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berubungan
dengan layanan yang diberikan.
m. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggin dari publik dan
kepercayaan diri sendiri anggotanya (anggota masyarakat selalu meyakini dokter
lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n.
Mempunyai status
sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lain).
Tidak jauh berbeda dengan
ciri-ciri di atas, Sanusi (1991), mengutarakan ciri-ciri umum suatu profesi itu
sebagai berikut:
1)
Suatu jabatan yang
memiliki fungsi dan signifikansi sosisal yang menentukan (crusial).
2)
Jabatan yang menuntut
keterampilan/keahlian tertentu.
3)
Keterampilan/keahlian
yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan
teori dan metode ilmiah.
4)
Jabatan itu
berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistimatik, eksplisit,
yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5)
Jabatan itu memerlukan
pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6)
Proses pendidikan
untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
profesional itu sendiri.
7)
Dalam memberikan
layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik
yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8)
Tiap anggota profesi
mempunyai kebebasan dan memberikan judgement
terhadap permasalahan profesi yang di hadapinya.
9)
Dalam prakteknya
melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tanggan orang
lain,
10)
Jabatan ini menpunyai
prestise yang tinggi dalam masyarakat,dan oleh karenanya memperoleh imbalan
yang tinggi pula. (Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999).
Khusus
untuk jabatan guru,sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya.
Misalnya Nasional Education Asociation
(NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
a)
Jabatan yang
melibatkan kegiatan itelektual.
b)
Jabatan yang
menggeluti suetu batang tubuh ilmu yang khusus.
c)
Jabatan yang
memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingakan dengan pekerjaan yang
memerlukan latihan umum belaka).
d)
Jabatan yang
memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan.
e)
Jabatan yang
menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
f)
Jabatan yang
menentukan baku (standarnya) sendiri.
g)
Jabatan yang
mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
h)
Jabatan yang mempunyai
organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik agar dapat meningkatkan mutu
pendidikan maka guru harus memiliki kompetensi yang harus dikuasai sebagai
suatu jabatan profesional. Kompetensi guru tersebut meliputi:
1)
Menguasai bahan ajar.
2)
Menguasai
landasan-landasan kependidikan.
3)
Mampu mengelola
program belajar mengajar.
4)
Mampu mengelola kelas.
5)
Mampu menggunakan
media/sumber belajar.
6)
Mampu menilaik
prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran.
7)
Mengenal fungsi dan
program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
8)
Mengenal
penyelenggaraan administrasi sekolah.
9)
Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengejaran.
Guru dalam
pendidikan adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan
pemimpin yang dapat
menciptakan iklim belajar
yang menarik, memberi rasa
aman, nyaman dan
kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa
dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa
berat diterima oleh para siswa. Kondisi
seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua
mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka peneliti menganggap bahwa
keberadaan guru profesional sangat diperlukan.
Guru yang
profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu. Untuk
dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati diri dan
mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan
pendidikan selama beberapa puluh tahun
terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara (Ni’am Sholeh, 2006:9).
Mengomentari
mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini, peneliti sangat
menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesioanal. Untuk itu, guru
diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi guru harus
memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan
tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak
didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.
Menyadari
akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa guru dalam pendidikan
modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan harus menjadi
direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan
kegiatan belajar siswa agar mencapai
keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam
sasaran kegiatan pelaksanaan belajar
mengajar. Sebagai konsekuensinya, tugas dan tanggung jawabnya
menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas
dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus
yang menjdi bagian integral dalam
kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru.
Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah mengutip pendapat
Gagne bahwa setiap
guru berfungsi sebagai: 1). Designer of intruction (perancang
pengajaran), 2). Manager of intruction
(pengelola pengajaran), 3). Evaluator of
student learning (penilai prestasi belajar siswa).
Menanggapi
kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional, peneliti berpendapat
bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan diharapkan akan
memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan
kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar siswa, maka diharapkan
tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik.
3. Syarat-syarat profesi guru
Suatu
pekerjaan dapat menjadi profesi harus memenuhi kriteria atau persyaratan
tertentu yang melekat dalam pribadinya sebagai tuntutan melaksanakan profesi
tersebut. Wirawan (dalam Dirjenbagais Depag RI, 2003) menyatakan persyaratan
profesi antara lain:
a.
Pekerjaan Penuh
Suatu
profesi merupakan pekerjan penuh dalam pengertian pekerjaan yang diperlukan
oleh masyarakat atau perorangan. Tanpa pekerjaan tersebut masyarakat akan
menghadapi kesulitan. Profesi merupakan pekerjaan yang mencakup tugas, fungsi,
kebutuhan, aspek atau bidang tertentu dari anggota masyarakat secara
keseluruhan. Profesi guru mencakup khusus aspek pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
b.
Ilmu pengetahuan
Untuk
melaksanakan suatu profesi diperlukan ilmu pengetahuan. Tanpa menggunakan ilmu
tersebut profesi tidak dapat dilaksanakan. Ilmu pengetahuan yang diperlukan
untuk melaksanakan profesi terdiri dari cabang ilmu utama dan cabang ilmu
pembantu. Cabang ilmu utama adalah cabang ilmu yang menentukan esensi suatu
profesi. Contohnya profesi guru cabang ilmu utamanya adalah ilmu pendidikan dan
cabang ilmu pembantunya masalah psikologi.
Salah satu
persyaratan ilmu pengetahuan adalah adanya teori, bukan hanya kumpulan
pengetahuan dan pengalaman. Fungsi dari suatu teori adalah untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena. Dengan mempergunakan teopri ilmu pengetahuan,
profesional dapat menjelaskan apanyang dihadapinya dan apa yang akan terjadi
jika tidak dilakukan intervensi. Teori ilmu pengetahuan juga mengarahkan
profesional dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan
profesi.
c.
Aplikasi Ilmu
Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan pada dasarnya mempunyai dua aspek yaitu aspek teori dan aspek
aplikasi. Aspek aplikasi ilmu pengetahuan adalah penerapan teori-teori ilmu
pengetahuan untuk membuat sesuatu, mengerjakan sesuatu atau memecahkan sesuatu
yang diperlukan. Profesi merupakan penerapan ilmu pengetahuan untuk mengerjakan,
menyelesaikan atau membuat sesuatu.
Kaitan
dengan profesi, guru tidak hanya ilmu pengetahuan yang harus dikuasai oleh guru
tetapi juga pola penerapan ilmu pengetahuan tersebut sehingga guru dituntut
untuk mengusai keterampilan mengajar.
d.
Lembaga pendidikan
Profesi
Ilmu
pengetahuan yang diperlukan oleh guru untuk melaksanakan profesinya harus
dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi yang khusus mengajarkan, menerapkan
dan meneliti serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu
keguruan. Sehingga peran lembaga pendidikan tinggi sebagai pencetak sumber
daya manusia harus betul-betul memberikan pemahaman dan pengetahuan yang mantap
pada calon pendidik.
e.
Perilaku profesi
Perilaku
profesional yaitu perilaku yang memenuhi persyaratan tertentu, bukan perilaku
pribadi yang dipengaruhi oleh sifat-sifat atau kebiasaan pribadi. Perilaku
profesional merupakan perilaku yang harus dilaksanakan oleh profesional ketika
melakukan profesinya.
Benard
Barber (dalam Depag RI, 2003), perilaku profesional harus memenuhi persyaratan:
a). Mengacu kepada ilmu pengetahuan, b). Berorientasi kepada insterest
masyarakat (klien) buka interest pribadi, c). Pengendalian prilaku diri sendiri
dengan mepergunakan kode etik, d). Imbalan atau kompensasi uang atau kehormatan
merupakan simbol prestasi kerja bukan tujuan dari profesi, e). Salah satu aspek
dari perilaku profesional adalah otonomi atau kemandirian dalam melaksanakan
profesinya.
f.
Standar profesi
Standar
profesi adalah prosedur dan norma-norma serta prinsip-prinsip yang digunakan
sebagai pedoman agar keluaran (out put)
kuantitas dan kualitas pelaksanaan profesi tinggi sehingga kebutuhan orang dan
masyarakat ketika diperlukan dapat dipenuhi.
Di beberapa
negara telah memperkenalkan “Standar Profesional untuk guru dan Kepala
sekolah”, misalnya di USA di mana National
Board of Professional teacher Standards telah mengembangkan standar dan
prosedur penilaian berdasarkan pada 5 (lima) prinsip dasar (Depdiknas, 2005)
yaitu: a). Guru bertanggung jawab (committed
to) terhadap siswa dan belajarnya, b). Guru mengetahui materi ajar yang
mereka ajarkan dan bagaimana mengajar materi tersebut kepada siswa, c). Guru
bertanggung jawab untuk mengelola dan memonitor belajar siswa, d). Guru
berfikir secara sistematik tentang apa-apa yang mereka kerjakan dan pelajari
dari pengalaman, e). Guru adalah anggota dari masyarakat belajar.
Standar di
atas menunjukkan bahwa profesi guru merupakan profesi yang membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebab guru akan selalu berhadap dengan siswa yang
memiliki karakteritik dan pengetahuan yang berbeda-beda maka untuk membimbing
peserta didik untuk berkembang dan mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi yang secara tepat berubah sebagai ciri dari masyarat abad 21 sehingga
tuntutan ini mengharuskan guru untuk memenuhi standar penilaian yang
ditetapkan.
g.
Kode etik profesi
Suatu
profesi dilaksanakan oleh profesional dengan mempergunakan perilaku yang
memenuhi norma-norma etik profesi. Kode etik adalah kumpulan norma-norma yang
merupakan pedoman prilaku profesional dalam melaksanakan profesi.Kode etik guru
adalah suatu norma atau aturan tata susila yang mengatur tingkah laku guru, dan
oleh karena itu haruslah ditatati oleh guru dengan tujuan antara lain:
1)
Agar guru-guru
mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.
2)
Agar guru-guru dapat
bercermin diri mengenai tingkah lakunya, apakah sudah sesuai dengan profesi
pendidik yang disandangnya ataukah belum.
3)
Agar guru-guru dapat
menjaga (mengambil langkah prefentif), jangan sampai tingkah lakunya dapat
menurunkan martabatnya sebagai seorang profesional yang bertugas utama sebagai
pendidik.
4)
Agar guru selekasnya
dapat kembali (mengambil langkah kuratif), jika ternyata apa yang mereka
lakukan selama ini bertentangan atau tidak sesuai dengan norma-norma yang telah
dirumuskan dan disepakati sebagai kode etik guru.
5)
Agar segala tingkah
laku guru, senantiasa selaras atau paling tidak, tidak bertentangan dengan
profesi yang disandangnya, ialah sebagai seorang pendidik. Lebih lanjut dapat
diteladani oleh anak didiknya dan oleh masyarakat umum.
Kode etik
guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang
dan pengurus daerah PGRI se Indonesia dalam kongres ke-XIII di Jakarta tahun
1973, yang kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di
Jakarta yang berbunyi sebagai berikut:
1)
Guru berbakti
membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2)
Guru memiliki dan
melaksanakan kejujuran profesional.
3)
Guru berusaha
memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan melakukan bimbingan dan
pembinaan.
4)
Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
5)
Guru memelihara
hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6)
Guru secara pribadi
dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7)
Guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8)
Guru secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian.
9)
Guru melaksanakan
segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Selain kode
etik guru Indonesia, sebagai pernyataan kebulatan tekad guru Indonesia, maka
pada kongres PGRI XVI yang diselenggarakan tanggal, 3 sampai dengan 8 Juli 1989
di Jakarta telah ditetapkan adanya Ikrar Guru Indonesia dengan rumusan sebagai
berikut:
1)
Kami Guru Indonesia,
adalah insan pendidik bangsa yang beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
2)
Kami Guru Indonesia,
adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia, pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada Undang-undang Dasar
1945.
3)
Kami Guru Indonesia,
bertekad bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4)
Kami Guru Indonesia,
bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia,
membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
5)
Kami Guru Indonesia,
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi
dalam pengabdiannya terhadap bangsa, negara, dan kemanusiaan.
4.
Ciri-ciri guru yang efektif
Guru yang efektif pada suatu tingkat tertentu mungkin tidak efektif
pada tingkat yang lain, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan
dalam tingkat perkembangan mental dan emosional siswa. Dengan kata lain para
siswa memiliki respons yang berbeda-beda terhadap pola-pola prilaku guru yang
sama. Guru yang baik digambar dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Guru yang baik adalah guru yang waspada secara
profesional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat
yang paling baik bagi anak-anak muda.
b.
Mereka yakin akan nilai atau manfaat pekerjaannya.
Mereka terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaannya.
c.
Mereka tidak lekas tersinggung oleh larangan-larangan
dalam hubungannya dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang
untuk menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara psikologi lebih matang
sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir.
d.
Mereka memiliki seni dalam hubungan-hubungan
manusiawi yang diperolehnya dari pengamatannya tentang bekerjanya psikologi,
biologi dan antropologi kultural di dalam kelas.
e.
Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh. Mereka sadar
bahwa dibawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah nasibnya.
Karakteristik atau sifat-sifat guru
yang baik dalam pandangan siswa meliputi : (1). Demokratis, (2). Suka bekerja
sama (kooperatif), (3). Baik hati, (4). Sabar, (5). Adil, (6). Konsisten, (7).
Bersifat terbuka, (8). Suka menolong, (9). Ramah tamah, (10). Suka humor, (11).
Memiliki bermacam ragam minat, (12). Menguasai bahan pelajaran, (13).
Fleksibel, (14). Menaruh minat yang menarik terhadap siswa. (Oemar Hamalik,
2002).
Cooper mengutip pendapat B.O. Smith
(dalam Suparlan, 2004) yang telah menyarankan bahwa seorang guru yang terlatih
harus disiapkan dengan empat bidang kompetensi agar ia menjadi guru yang
efektif yaitu:
1)
Command of
theoretical knowledge about learning and human behavior (Menguasai
pengetahuan teoritis tentang belajar dan tingkah laku manusia).
2)
Display of
attitudes that fostter learning and genuine human relationship (Menunjukkan
sikap yang menunjang proses belajar dan hubungan antar manusia secara murni).
3)
Cammand of
knowledge in the subject matter to be taught (Menguasai pengetahuan dalam
mata pelajaran yang diajarkan).
4)
Control of
technical skills of teaching that facilitate student learning (Memiliki
kemapuan kecakapan teknis tentang pembelajaran yang mempermudah siswa untuk
belajar).
Sedangkan Leo R. Sandy (dalam
Suparlan, 2004) menguraikan beberapa dimensi kemampuan dan sikap yang membentuk
karakteristik guru efektif. Setidaknya ada 12 karakteristik guru efektif adalah:
(1). Menjadi a learner (pembelajar).
(2). Menjadi a leader (pemimpin).
(3). Menjadi a provocateur
(provokator dalam arti positif). (4). Menjadi a stranger (pengelana). (5). Menjadi an innovator (inovator). (6). Menjadi a comedian/entertainment
(pelawak/penghibur). (7). Menjadi a coach
or guide (pelatih atau pembimbing). (8). Menjadi a genuine human being or humanist (manusia sejati atau seorang
humanis). (9). Menjadi a sentinel.
(10). Menjadi optimist or idealist
(orang yang optimis atau idealis). (11). Menjadi a collaborator (kolaborator atau orang yang suka bekerja sama).
(12). Menjadi a revolusionar
(berfikiran maju atau revolusioner).
Guru yang efektif memiliki kualitas
kemampuan dan sikap yang sanggup memberikan yang terbaik bagi peserta didik dan
menyenangkan peserta didik dalam proses belajar mengajarnya. Tokoh lain yang
mengemukakan tentang guru efektif menyebutkan karakterisik guru efektif adalah:
(1). Senantiasa memberikan bantuan dalam kerja sekolah pelajar. (2). Periang,
gembira dan berperawakan menarik. (3). Berprikemanusiaan, pengasih. (4). Berminat
terhadap dan memahami pelajarnya. (5). Boleh menjadikan suasana pembelajaran
menyeronokkan. (6). Tegas dan cekap mengawal kelasnya. (7). Adil, tidak pilih
kasih. (8). Tidak pemanas, pendedam, perungut dan pemerli. (8). Berpribadi yang
menyenangkan.
Sementara National Commision for Excellenece in Teacher Education (USA),
mengungkapkan karakteristik guru efektif adalah: (1). Berketrampilan dalam
bidangnya. (2). Berkemahirandalam pengajaran. (3). Memaklumkan kepada pelajar
perkembangan diri masing-masing. (4). Berpengalaman tentang psikologi kognitif.
(5). Mahir dalam teknologi.
Berdasarkan model karakteristik guru
efektif yang dikemukakan beberapa ahli maka berbagai indikator guru efektif
yang dikemukakan Suparlan (2004): (1). Adil dalam tindakan dan perlakuannya.
(2). Menjaga perawakan dan cara berpakaian. (3). Menunjukkan rasa simpati
kepada setiap pelajar. (4). Mengajar mengikuti kemampuan pelajar. (5). Penyayang.
(6). Bekerja secara berpasukan (7). Memuki dan menggalakkan pelajar. (8). Menggunakan
perbagai kaedah dan pendekatan dalam pengajarannya. (9). Taat kepada etika
profesionslismenya. (10). Cerdas dan cakap. (11). Mampu berhubungan secara
efektif. (12). Tidak garang, pemarah, suka membadel, membesarkan diri, sombong,
angkuh dan susah menerima pelajaran orang lain. (13). Memiliki sifat kejenakaan
dan boleh menerima jenaka dari pada pelajr-pelajarnya, dan (14). Berpengetahuan
serta senantiasa berusaha menambah pengetahuannya mengenai perkembangan
terbaharu terutamanya dalam bidang teknologi pendidikan.
5.
Peran dan Tugas Guru
Guru memegang
peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta
mengembangkan potensi siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang
lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan
multidimensional, dimana peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru
sangat minim.
Guru memiliki perana yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional
diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Profesionalisme guru sebagai
ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang perlu mendapat
perhatian (Depdiknas, 2005).
Dalam proses belajar mengajar, guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai
kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan
proses perkembangan siswa. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
a.
Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan
motifasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b.
Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman
belajar yang memadai.
c.
Membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti
sikap, nilai-nilai, dan penyusuaian diri, demikianlah dalam proses belajar
mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi
lebih dari itu ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian
siswa ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga
dapat merangsang siswa muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi
kebutuhan dan menciptakan tujuan. (Slameto, 2002)
Begitu pentinya peranan guru dalam
keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan
berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada
saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses
belajar mengajar. Sebagai orang yang mengelola proses belajar mengajar tentunya
harus mampu meningkatkan kemampuan dalam membuat perencanaan pelajaran,
pelaksanaan dan pengelolaan pengajaran yang efektif, penilain hasil belajar
yang objektif, sekaligus memberikan motivasi pada peserta didik dan juga
membimbing peserta didik terutama ketika peserta didik sedang mengalami
kesulitan belajar.
Salah satu tugas yang dilaksanakan
guru disekolah adalah memberikan pelayanan kepada siswa agar mereka menjadi
peserta didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Guru mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses
pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru
harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi
belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya
proses belajar dan karenya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di
samping menguasai materi yang disampaikan dengan kata lain guru harus
menciptakan suatu konidisi belajar yang sebagik-baiknya bagi poeserta didik,
inilah yang tergolong kategori peran guru sebagai pengajar. Di samping peran
sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai pembimbing artinya memberikan
bantuan kepada setiap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri
yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuan diri secara maksimal terhadap
sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar H (2002) yang mengatakan
bimbingan adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai
pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian
diri secara maksimal terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat.
Sehubungan dengan peranannya sebagai
pembimbing, seorang guru harus: (1). Mengumpulkan data tentang siswa. (2). Mengamati
tingkah laku siswa dalam situasi sehariu-hari. (3). Mengenal para siswa yang
memerlukan bantuan khusus. (4). Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang
tua siswa, baik secara individu maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling
pengertian tentang pendidikan anak. (5). Bekerjasama dengan masyarakat dan
lembaga-lembaga lainya untuk membantu memecahkan masalah siswa. (6). Membuat
catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik. (7). Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu. (8). Bekerjasama dengan petugas-petugas
bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa. (9). Menyusun
program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya. (10). Meneliti
kemajuan siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Peran guru sebagai pengajar dan
sebagai pembing memiliki keterkaitan yang sangat erat dan keduanya dilaksanakan
secara berkesinambungan dan sekaligus berinterpenetrasi dan merupakan
keterpaduan antara keduanya.
Teruskan perjuangan guru, maju terus demi kecerdasan anak bangsa
BalasHapus