A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang baik merupakan wahana untuk membangun
sumber daya manusia (human resource). Hal ini disebabkan sumber daya
manusia adalah salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pembangunan dan
kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, pengembangan kualitas sumber daya
manusia menempati kedudukan yang sentral dalam proses pembangunan. Pendidikan adalah proses secara sadar dalam
membentuk anak didik untuk mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani
maupun rohani. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang
berbunyi:
“Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (UU Sisdiknas, 2003: 5-6).
Pendidikan merupakan
suatu proses atau upaya untuk membina sumber daya manusia seutuhnya secara
fungsional. Hal ini disebabkan dalam pendidikan sekurang-kurangnya mengandung lima
unsur penting. Pertama, usaha atau kegiatan yang bersifat bimbingan atau
pertolongan yang dilakukan secara sadar. Kedua, pembimbing atau penolong (pendidik). Ketiga,
ada yang dididik atau si terdidik. Keempat, bimbingan yang memiliki
dasar dan tujuan. Kelima, ada alat-alat yang dipergunakan dalam menempuh
suatu usaha.
Tersedianya sumber daya
manusia (SDM) yang handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
sangat dibutuhkkan bagi sebuah bangsa. Bangsa yang tidak menguasai iptek serta
tidak dibarengi dengan moral (Agama) akan tertinggal dan terlibas dalam
percaturan antar bangsa yang competitive. Bangsa yang demikian
tidak mustahil akan menjadi penonton dalam percaturan dan kancah persaingan
global, bahkan menjadi penonton pada ajang pergulatan di berbagai sektor
kehidupan di negerinya sendiri.
Sumber daya manusia
yang berkualitas yang lazim bagi bangsa Indonesia dikenal dengan istilah
manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian yang mantap dan mandiri,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, dan memiliki
rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tipologi manusia seperti
itulah yang diharapkan akan terwujud melalui upaya pendidikan yang
diselenggarakan di Indonesia.
Salah satu jalan untuk mencapai terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah dengan dimulainya
proses belajar-mengajar Pendidikan Agama Islam, baik secara formal maupun non
formal. Menurut Amir Faisal (1995: 27), pendidikan agama ditetapkan sebagai
bagian dari kurikulum yang wajib diajarkan kepada
setiap jalur dan jenjang pendidikan di
Indonesia, baik negeri maupun swasta. Oleh karena itu, pelaksanaan proses belajar mengajar tentu harus
di dukung oleh beberapa beberapa komponen seperti orang tua, guru, materi,
murid, sarana dan prasarana serta lingkungan. Komponen-komponen tersebut
sangat vital keberadaannya karena tanpa ada salah satu unsur pendukung itu,
maka kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak akan terselenggara secara
optimal.
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah (baik sekolah umum
atau madrasah) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan
nasional. Menurut Marimba (1989: 23), pendidikan agama Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam dalam rangka membentuk pribadi
utama yang sesuai dengan aturan Islam. Oleh karena itu, keluarga memegang
peranan utama dalam proses pendidikan agama Islam. Hal ini sejalan dengan
statemen Zakiyah Daradjat (1995: 45) yang menyatakan:
“Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang penting untuk meletakkan
dasar keyakinan agama bagi anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama kali diperoleh anak yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
mental anak di masa mendatang”.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang sangat
menentukan masa depan seorang anak. Di samping itu, anak adalah pelita hati,
pancaran jiwa dan amanah dari Allah bagi setiap orang tua. Oleh karena itu,
memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak adalah kewajiban utama bagi
setiap orang tua. Anak merupakan harapan dan milik yang berharga bagi orang
tua, di tangan orang tualah anak-anak tumbuh menemukan jalan hidupnya. Hal ini
dikarenakan anak adalah makhluk indipenden, sedangkan orang tua hanyalah
perawat, pengasuh dan pendidik anak. Letak independensi anak menurut Abdul
Halim (2003: 20) adalah untuk memisahkan antara individu orang tua dengan
individu anak. Keberhasilan pendidikan yang dijalani seorang anak tidak terlepas
dari peran orang tua. Orang tua memiliki peranan yang penting dalam menentukan
dan mengarahkan sekolah yang tepat buat anaknya. Jadi bukan suatu hal yang
bijak jika pendidikan sepenuhnya diserahkan hanya pada pihak sekolah saja.
Masa usia emas (golden age) bagi pada anak usia dini (early
childhood) merupakan waktu paling tepat untuk memberikan bekal yang
kuat kepada anak. Pada masa itu, anak melakukan proses pertumbuhan dan
perkembangan. Pendidikan pada usia ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak
selanjutnya. Oleh karena itu, maka keberhasilan pendidikan usia dini ini sangat
berperan besar bagi keberhasilan anak di masa-masa selanjutnya. Dengan kata
lain, masa kecil merupakan fase terpenting tentang perihal
perkembangan intelektualitas maupun perkembangan emosional anak.
Kematangan anak itulah yang dikatakan oleh Mansur (2006: 60) akan mengantarkan
anak menjadi investasi unggul untuk melanjutkan kelestarian peradaban umat
manusia.
B. Reposisi Peran Orang Tua terhadap Pendidikan Anak
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan
untuk menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik
sebagai individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun
antar bangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia
dan pandangan tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia (Umaedi, 2004: 11).
Namun saat ini dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat.
Dunia pendidikan tak luput dari paradoks, yang berarti
pujian semu. Pendidikan dipuja-puji sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan,
keterbelakangan, kebodohan, diskriminasi, ketidakadilan, perkosaan terhadap
martabat manusia, kesewenang-wenangan, kebohongan, dan konflik sosial.
Pendidikan pun seringkali diharapkan dapat bemilai sebagai proses pembelajaran
sekaligus sebagai pemberdayaan kemampuan dan kesanggupan peserta didiknya.
Namun pada kenyataannya yang sampai kini terjadi adalah proses pendidikan di
negeri ini seringkali justru menjadi sebuah beban bagi peserta didiknya. Se1ain
melalui muatan-muatan kurikulum dan pendekatannya yang cenderung bersifat satu
arah dan mengutamakan adanya pemaksaan keyakinan.
Proses pendidikan semacam itu seringkali membuat peserta
didik dijadikan obyek dari sebuah proses tranfer pengetahuan dengan menghafal
muatan-muatan pelajaran yang sangat padat. Pendekatan yang digunakan dalam
proses pendidikan pun lebih menempatkan guru sebagai obyek dan peserta didik
sebagai obyek, sehingga proses yang terjadi seringkali tidak memungkinkan
adanya komunikasi dua arah yang sebenarnyaya antara guru dan peserta didiknya.
Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah pendidikan. Salah
satu kunci dalam pendidikan ialah peranan orang tua.
Kalau kita me1ihat keterlibatan orang tua sampai saat
ini masih sangat kurang, terutama orang tua dari kota yang sibuk dengan
aktivitas di kantor, sehingga terlihat sekali bahwa anak tersebut seolah-olah
itu semua tanggung jawab guru. Padahal orang tua juga harus terlibat di dalam
hal itu karena anak tersebut tidak hanya bisa dikreatifkan selama di sekolah
saja. Anak tidak akan bisa kreatif jika tidak ada pantauan secara langsung dari
orang tuanya.
Keterkaitan orang tua dalam hal ini sangat penting,
apalagi kalau dilihat dalam proses belajar mengajar, ada pekerjaan rumah yang
tidak bisa dijawab, harusnya orang tua juga kreatif mencari dari buku yang lain
atau pun membimbing anak mencarikan hal-hal yang lain sehingga dia merasa bahwa
orang tuanya tidak sekadar memberikan uang jajan atau menyekolahkan dia, tetapi
juga ikut meningkatkan kreativitas atau meningkatkan pendidikan. Dengan kata
lain, dalam penggunaan pendidikan maka semua pihak terlibat, dan oleh
karenanya, baik guru, siswa, maupun orang tua mesti kreatif.
Selama ini sebagian orang berpikir bahwa pendidikan itu
hanya merupakan tanggung jawab sekolah. Oleh sebab itu, ketika orang tua
memasukan anaknya ke sekolah, mereka seolah-olah berpikir bahwa masalah telah
selesai. Padahal mereka lupa bahwa orang tua merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari keberhasilan pendidikan itu sendiri. Menurut Psikolog, Bibiana
Dyah Cahyani (http://joksarsmagna.blogspot.com),
justru pendidikan sebenarnya diperoleh anak melalui sosialisasi keluarga. Oleh
karena itu, keluarga menyampaikan beberapa hal yang menjadi poin penting yang
perlu ditekankan pada anak, di antaranya pendidikan agama, pendidikan moral, life
skill, bahkan sampai pendidikan formal di rumah seperti model homeschooling.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak Bab IV tentang Kewajiban dan Tangung Jawab, khususnya bagian keempat
tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, pada pasal Pasal
26 ayat 1 (UUPA, 2006: 13) menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk:
1.
Mengasuh, meme1ihara, mendidik, dan melindungi anak;
2.
Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat,
dan minatnya; dan
3.
Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Pernyataan di atas nampak jelas menunjukkan bahwa negara
memberi peran kepada orang tua agar sungguh-sungguh dalam mmeberi perhatian
kepada anak, termasuk dalam masalah pendidikan. Oleh karenanya, jika orang tua
mengabaikan hal tersebut, maka mereka dapat dikenakan sanksi dan hukuman sesuai
peraturan yang berlaku.
Beberapa peneliti seperti Rahabeat mencatat bahwa
keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak di sekolah berpengaruh positif
pada hal-hal berikut yakni;
a.
Membantu penumbuhan rasa percaya diri dari perhargaan
pada diri sendiri.
b.
Meningkatkan capaian prestasi akademik
c.
Meningkatkan hubungan orang tua-anak
d.
Membantu orang tua bersikap positif terhadap sekolah
e.
Menjadikan orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik
terhadap proses pembelajaran di sekolah (http://forumpendidikan.com).
Pada sisi lain, untuk mendorong keterlibatan orang tua
dalam pendidikan anak, maka pihak sekolah dapat menyiapkan beberapa metoda
untuk dapat me1ibatkan orang tua pada pendidikan anak, di antaranya dengan
acara pertemuan guru-orang tua, komunikasi tertulis guru-orang tua, meminta
orang tua memeriksa dan menandatangani Pekerjaan Rumah (PR), mendukung
tumbuhnya forum orang tua murid yang aktif diikuti para orang tua. Selain itu
kegiatan rumah yang melibatkan orang tua dengan anak dikombinasikan dengan
kunjungan guru ke rumah, terus membuka hubungan komunikasi (telepon, sms,
e-mail, portal interaktif dan lain-lain) serta dorongan agar orang tua aktif
berkomunikasi dengan anak.
Keluarga merupakan fokus utama yang harus mendapat
perhatian lebih. Hal ini dikarenakan anak lebih banyak berada di rumah.
Pendidikan anak pada hakikatnya adalah tanggung jawab para orang tua. Uhbiyati
(1997: 237) bahkan mengkonstatir bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan
utama untuk mengadakan interaksi dan pondasi pendidikan bagi anak. Oleh karena
itu keterlibatan orang tua dalam mendukung sukses anak menuntut ilmu di sekolah
merupakan kewajiban. Untuk menjadi pendidik yang baik, orang tua mesti
menghiasi dirinya dengan keteladanan. Sebagai contoh dapat diingat semboyan Tut
Wuri Handayani.
Peran penting orang tua adalah membangun dan
menyempurnakan kepribadian dan moral anak. Untuk itu perlu sikap-sikap orang
tua sebagai pendidik yang sabar, lembut, dan kasih sayang. Dengan berbuat
demikian, diharapkan akan tampil anak-anak yang cerdas dan berkualitas baik
secara jasmaniah maupun rohaniah. Oleh karena itu, keluarga berkewajiban
mentransformasikan tradisi-tradisi yang baik dan nilai yang positif sehingga
hal tersebut dapat menjadi pijakan awal bagi anak dalam berinteraksi dengan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini sejalan dengan ungkapan Abdullah
Nashih Ulwan (1994: 1076) dalam Karyanya Tarbiyatul Aulad fil Islam yang
menyatakan:
وَحَبَ
عَلَى كُلِّ مَنْ يُهِيْمُّهُ أَمْرَ الْوَلَدِ فِكْرِيًّا، وَتَكْوِيْنِهِ
عِلْمِيًّا وِثَقِافِيًّ أَنْ يُعَرِّفُوْا الْوَلَدَ مُنْذُ أَنْ يَبْلُغَ سِنَّ
الْوَعْيِ وَالتَّمْيِيْزِ: بِاْلإِسْلاَمِ دِيْنً وَدَوْلَةً، وَبِالْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ نِظَامًا وَتَشْرِيْعًا، وَبِاتَّارِيْغِ اْلإِسْلاَمِيْ عِزَّةً
وَقُوَةً، وَبِالثِّقَافَةِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ تَنُّوْعًاوَشُمُوْلاً،
وَبِاْلإِرْتِبَاطِ الْحَرَكِيِّ لِلدَّعْوَةِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ اِنْدِفَاعًا
وَحَمِسَةً
Sebagai bukti atas rasa tanggungjawab kesadaran berpikir
yang merupakan amanat bagi para ayah dan pendidik, maka adalah kewajiban atas
setiap orang yang mementingkan perkembangan berpikir anak, perkembangan
intelektual dan kulturalnya untuk memperkenalkan kepada mereka sejak dini
hal-hal dibawah ini:
1. Islam sebagai agama dan negara
2. Al-Qur’an sebagai peraturan dan hukum
3. Sejarah Islam sebagai kebanggaan dan teladan
4. Kebudayaan Islam yang beragam dan universal
5.
Keterikatan gerakan untuk dakwah Islam dengan penuh
semangat (Ulwan, 1999: 685).
Pendidikan yang diberikan untuk anak sejak lahir
merupakan pondasi untuk masa depannya, Oleh karenanya orang tua bisa
memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan perkembangan anak sehingga setiap
orang tua dituntut untuk dapat bereksplorasi, kreatif dan inovatif dalam menyiapkan
anak terutama dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan kata lain, keluarga
menurut Purwanto (1998: 79) adalah suatu lembaga yang memegang peranan dan
tanggungjawab pertama dan utama dalam pendidikan anak. Maria Ulfah (http://www.fatayat.or.id/?q=article/11)
bahkan menyatakan bahwa berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa
sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa
anak-anak.
Ubes Nur Islam (2004: 31) dalam bukunya Mendidik Anak
dalam Kandungan bahkan menyatakan bahwa:
“Jalinan keluarga yang harmonis akan dapat menciptakan kerukunan,
ketentraman, keamanan, kenyamanan, ketenangan, dan kedamaian sehingga membentuk
kerjasama yang baik dalam rangka menyukseskan program pendidik anak sejak dini.
Oleh karena itu, peran aktif semua anggota keluarga merupakan faktor sangat
penting untuk untuk menciptakan orientasi anak sehingga ia dapat tumbuh dan
berkembang serta memiliki kemampuan bersosialisasi tinggi dan efektivitas
komunikasi yang baik dan handal”.
Masa anak-anak merupakan
fase penanaman dasar kepribadian dan karakter anak yang akan terbangun
sepanjang usianya. Paradigma dalam mendidik anak pada hakikatnya adalah
mempersiapkan generasi masa depan yang kokoh dan kuat. Itulah sebabnya
pendidikan dalam keluarga disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama
dalam meletakkan pondasi dari watak dan pendidikan anak. Sementara,
perkembangan kecerdasan anak memerlukan arahan yang baik dan benar sehingga potensi
dasar anak dapat digali dan dikembangkan secara maksimal. Menurut Dimas (2007:
103), pertumbuhan afeksi dan kemampuan anak beradaptasi dengan lingkungan
sosial akan berjalan secara baik manakala ada kekompakan kedua orang tua dalam
menentukan tujuan, manajemen pendidikan dan pertumbuhan anak-anaknya.
Untuk mencapai semua tujuan ideal tersebut supaya dapat
terwujud, maka peran orang tua mesti ditampilkan secara optimal dalam
mengajarkan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada anaknya. Orang tua mesti
membangun kerjasama dengan pihak sekolah, demikian sebaliknya, sehingga dari
kerjasama tersebut anak mendapat ruang yang cukup luas untuk mengembangkan
dirinya. Kesimpulannya adalah bahwa pendidikan yang berhasil, bukan saja karena
keaktifan anak sebagai peserta didik, tetapi para pendidik, sarana prasarana,
dukungan pemerintah melalui kebijakan dan peraturan, maupun peran orang tua
merupakan elemen-elemen yang saling menopang dan melengkapi dalam keberhasilan
pendidikan itu sendiri.
Melihat kenyataan tersebut, maka bimbingan terhadap
pendidikan anak oleh setiap orang tua terhadap anaknya merupakan suatu upaya
dalam rangka membentuk sikap, tindakan, cara berfikir yang selaras dengan
ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, perhatian orang tua yang dilakukan
secara intensif kepada anak di dalam suatu keluarga adalah suatu keniscayaan.
Dengan demikian, orang tua hendaknya memperhatikan konsep-konsep dasar yang
dapat menumbuhkan kepribadian anak didik, dan menjadikannya termasuk kelompok
orang-orang yang paling mulia. Hal ini sejalan dengan tugas orang tua sebagai
pendidik utama dalam keluarga sebagaimana disebutkan oleh Abdur Rahman Shad
(1993: 140) dalam karyanya The Rights of Allah and Human Rights yang
berbunyi:
Teachers are responsible for
guiding, moulding and improving the career of community. They are like
torch-light in darkness. As the earth derives light and energy from the sun,
similliary the pupils receive knowledge and guidance from their teachers. The
teachers are like the moon and the students are just like the stars. So the
seekers of knowledge and the learned teachers occupy an exceptionally prominent
place in society.
Berangkat dari konsep itulah, anak akan dapat
meningkatkan semangat belajar Pendidikan Agama Islam sebelum mereka memasuki
jenjang pendidikan dasar sebagaimana pernyataan Asghar Ali Engineer (1990: 9)
dalam karyanya Islam and Liberation Theology yang menyebutkan:
Without rootedness in faith,
mere words and ideas can become power into themselves and over reducing them to
mere servitude….words and thought systems, says Erich Fromm, are dangerous
because they easily turn into authorities whom we worship. Life itself must be
grasped experienced as it flows and in this lies virtue. It is faith with
allits value implications which make words and thought systems useful rather
than oppressive structures.
“Tanpa dilatarbelakangi dengan iman, kata-kata dan gagasan hanya akan
berarti bagi dirinya sendiri dan akan memperbudak orang lain. Erich Fromm
berkata bahwa kata dan pola pikir itu berbahaya, karena bissa dengan mudah
berubah menjadi kekuasaan yang kita sembah. Hidup itu sendiri harus dipahami
dan dialami sebab hidupo itu mengalir dan bersandarkan pada kebenaran. Itulah
yang namanya keyakinan dengan segala implikasi nilainya yang membuat kata dan
pola pikir menjadi bermanfaat bukanya menjadi struktur yang menindas”
(Engineer, 1999: 13).
C. Kesimpulan
Tidak dapat diragukan lagi bahwa orang tua (ayah dan
ibu) memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan anak dalam keluarga.
Mulai sejak kandungan sampai lahir ke dunia, orang tua harus memberikan
perhatiannya secara penuh kepada anak. Menjaga anak dan merawat anak dengan
penuh kasih sayang, keihklasan, dan kesabaran harus senantiasa diberikan agar
anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Bapak sebagai kepala dari seluruh keluarganya, memimpin,
membimbing dan melindungi serta memberi nafkah, pakaian dan menyelamatkan
mereka dari gangguan lahir batin, bertindak sebagai teman, guru, pemimpin dan
memberi suri tauladan. Ibu membantu ayah menyelamatkan keluarga, mengatur
rumah, menyediakan makanan dan segala keperluan sehari-hari serta mengasuh dan
mendidik anak. Ibu menjaga kebersihan, memelihara kesehatan, membuat peraturan
yang harus ditaati, waktu makan dan istirahat, waktu tidur dan bangun bahkan
waktu untuk rekreasi.
Selain pekerjaan rutin sebagaimana tersebut di atas,
tugas dan tanggung jawab orang tua yang tidak kalah beratnya, adalah memberikan
pendidikan dalam keluarga terutama pendidikan agama sangat penting bagi anak,
sebab baik buruknya kelakuan seorang anak hal ini banyak bergantung kepada baik
buruknya proses pendidikan yang ada dan berlangsung dalam rumah tangga.
Orang tua yang yakin bahwa mereka harus mengorbankan
minat dan kegiatan pribadi mereka untuk mencurahkan waktu dan perhatian kepada
anak, akan menciptakan rumah tangga yang berpusat kepada anak, tempat anak
diperlukan sebagai anggota keluarga yang paling penting. Selain itu, orang tua
yang percaya bahwa anak “harus dilihat tetapi tidak didengar”, menciptakan
rumah tangga yang berpusat pada orang dewasa. Orang dewasa menjadi anggota yang
paling penting dan anak diharapkan memegang peran bawahan. Upaya membentuk anak
yang shaleh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang tinggi dapat dilakukan
dengan membiasakan anak-anaknya dengan perbuatan-perbuatan baik, agar
perbuatan-perbuatan yang baik yang menurut agama tersebut dapat dijadikan
pegangan dan petunjuk dalam hidup anak. Oleh karena itu, orang tua harus
memperkenalkan secara dini pendidikan agama Islam dengan jalan membiasakan
kepada prilaku yang baik dalam rumah tangga.
Pendidikan agama pada masa kanak-kanak seharusnya
dilakukan oleh orang tua yaitu dengan jalan membiasakannya kepada tingkah laku
dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Di samping hal tersebut di atas, orang
tua sebagai orang yang terdekat dalam kehidupan anak, juga harus selalu
memotivasi dan menjadikan keteladanan sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya,
baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap anaknya. Keteladanan merupakan
salah satu unsur yang menentukan dan mewarnai terhadap kelangsungan hidup anak
dalam keluarga. Anak dengan berbagai karakteristiknya tidak akan terlepas dari
cerminan keteladanan yang ditanamkan baik secara sengaja atau tidak oleh orang
tua dalam keluarga.
Tugas selanjutnya dari orang tua adalah melakukan
pengawsan terhadap segala perbuatan anak dalam hidupnya. Pengawasan dari orang
tua ini penting artinya mengingat pesatnya kemajuan arus komunikasi dan
informasi dewasa ini yang telah mengirimkan sebagian besar anak kepada bentuk-bentuk
peniruan sistem moral yang sama sekali mereka tidak mengerti akan makna dan
hakekat dari semua itu yang sebagian besar telah menjadi bagian dari kebiasaan
hidupnya sehari-hari.
Kecendrungan ini akan terus meningkat sesuai dengan masa
kepekaan yang anak alami dan bersamaan pula intensitas pengaruh yang silih
berganti itu akan mempengaruhi gerak gerik dan tingkah laku anak. Namun
kenyataan tidak dapat dipungkiri bahwa pada dewasa ini tindakan dan perbuatan
sebagian besar anak sudah begitu memprihatinkan. Segala tindakan dan
perbuatannya ada kecendrungan menyimpang dari nilai-nilai dan moral agama.
Timbulnya prilaku anak yang cenderung bersikap
menyimpang dari noram-norma susila dan agama tersebut disebabkan karena kurang
perhatian, perlakuan, dan kasih sayang yang baik dari orang tua. Nilai-nilai
akhlak terabaikan sama sekali, dan anak dibiarkan bebas bergaul dengan siapa
saja tanpa adanya pengawasan yang ketat dari orang tua.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Halim, M.
Nipan. 2003. Anak Saleh Dambaan
Keluarga. Cet. ke-3, Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
Abudin Nata. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Amir
Faisal, Jusuf. 1995. Reorientasi Pendidikan. Jakarta: Gema Insani Press.
Anonim. 2003. UU RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Sinar Grafika.
_______. 2006. Undang-Undang
Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindung Anak. Cet. ke-4. Bandung: Citra Umbara.
Daradjat, Zakiyah.
1995. Pendidikan Islam dalam
Keluarga dan Sekolah. Bandung: Ruhama.
Dyah Cahyani, Bibiana.
2009. “Peran Orang Tua terhadap Pendidikan Anak”.
http://joksarsmagna.blogspot.com. Download
pada hari kamis, 26 Mei 2009.
Engineer, Asghar
Ali. 1990. Islam and Liberation
Theology. New Delhi: Sterling Publishers Private Limited.
_________________. 1999. Islam dan Teologi Pembebasan. Alih Bahasa Agung Prihantoro. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mansur. 2006. Mendidik
Anak Sejak dalam Kandungan. Cet.ke-3. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Maria Ulfah Anshor. 2009.
“Pendidikan dan pengasuhan anak dengan perspektif jender”. http://www.fatayat.or.id/?q=article/11.
Download pada hari kamis, 26 Me 2009.
Marimba, Ahmad D.
1989. Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam. Bandung: al-Ma’arif.
Nashih Ulwan, Abdulah.
1994. Tarbiyatul Aulad fil Islam.
Juz II. Beirut: Darus Salam.
____________________.1999.
Pendidikan Anak dalam Islam.
Cet. ke-2.
Alih Bahasa Jamaludin Miri. Jakarta: Pustaka Amani.
Ngalim Purwanto, M. 1998. Ilmu Pendidikan Teoritis dan
Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nur Islam, Ubes.
2004. Mendidik Anak dalam Kandungan. Jakarta: Gema Insani Press.
Rahabeat, R. A.
2009. “Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak”. http://forumpendidikan.com.
Download pada hari kamis, 26 Mei 2009.
Rasyid Dimas, Muhammad.
2007. Langkah Salah Mendidik Anak.
Cet. ke-4. Bandung: Syaamil Cipta Media.
Shad, Abdur Rahman.
1993. The Rights of Allah and Human Rights. Cet. ke-2, India: S. Sajid
Ali for Adam Publishers.
Uhbiyati, Nur.
1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Umaedi. 2004. Manajemen Mutu berbasis Sekolah/Madrasah.
Jakarta: CEQM.