Pendidikan adalah proses secara sadar dalam membentuk anak didik untuk
mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani maupun rohani, dan proses
ini merupakan usaha pendidik membimbing anak didik dalam arti khusus misalnya
memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapi siswa.
Menurut Mc Donald, motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang
yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan
(Hamalik, 2007: 173). Oleh karena itu, motivasi merupakan salah satu faktor
penunjang dalam menentukan intensitas usaha untuk belajar dan juga dapat
dipandang sebagai suatu usaha yang membawa anak didik ke arah pengalaman
belajar sehingga dapat menimbulkan tenaga dan aktivitas siswa serta memusatkan
perhatian siswa pada suatu waktu tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Motivasi bukan saja menggerakkan tingkah laku
tetapi juga dapat mengarahkan dan
memperkuat tingkah laku. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai motivasi
dalam pembelajarannya akan menunjukkan minat, semangat dan ketekunan yang
tinggi dalam belajarnya, tanpa banyak bergantung kepada guru. Hasil belajar
akan menjadi optimal kalau ada motivasi, semakin tepat motivasi yang diberikan,
maka akan semakin berhasil pula pelajarannya.
Motivasi belajar adalah faktor psikis yang bersifat non intelektual.
Peranannya yang khas yaitu dalam hal menumbuhkan gairah dalam belajar, merasa
senang dan mempunyai semangat untuk belajar sehingga proses belajar mengajar
dapat berhasil secara optimal (Sardiman, 2001: 73). Dengan demikian, guru yang
dapat memberikan motivasi kepada siswa menurut Yamin berarti telah
memberdayakan afeksi mereka supaya dapat melakukan sesuatu melalui penguatan
langsung, penguatan pengganti,dan pengutan diri sendiri (Yamin, 2006: 177).
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi instrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar
untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan murid. Sedangkan motivasi ekstrinsik
merupakan motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar
seperti ijazah, hadiah maupun hukuman (Hamalik, 2007: 162-163). Dengan kata lain,
motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa yang berguna
dalam situasi belajar fungsional. Sementara motivasi ekstrinsik merupakan
motivasi yang menghendaki lingkungan yang kondusif dan proses pembelajaran yang
menarik. Menurut Uno (2007: 23), munculnya kedua motivasi tersebut sesungguhnya
berkenaan dengan rangsangan yang membuat seseorang berkeinginan untuk melakukan
aktivitas belajar yang lebih giat dan bersemangat.
Mengingat betapa pentingnya faktor intrinsik dan ekstrinsik dalam menumbuhkan
motivasi belajar siswa, maka pengembangan pembelajaran pendidikan agama Islam
di sekolah perlu diupayakan bagaimana agar dapat mempengaruhi dan menimbulkan
motivasi intrinsik melalui penataan metode pembelajaran yang dapat mendorong
tumbuhnya motivasi ekstrinsik dan dapat mendorong tumbuhnya motivasi belajar
dalam diri siswa. Sedangkan untuk menumbuhkan motivasi ekstrinsik dapat
diciptakan suasana lingkungan yang religius sehingga tumbuh motivasi untuk
mencapai tujuan PAI sebagaimana yang telah ditetapkan (Muhaimin, 2001: 138).
Dengan kata lain, seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara
terus menerus tanpa motivasi dari luar dirinya merupakan motivasi intrinsik
yang sangat penting dalam aktivitas belajar. Namun, seseorang yang tidak mempunyai
keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi
ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik diperlukan
bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subjek belajar.
Motivasi sebagai suatu proses yang mengantarkan anak didik kepada
pengalaman yang memungkinkan mereka dapat belajar, maka proses motivasi menurut
Ramayulis (1998: 171-172) mempunyai fungsi:
1. Memberi semangat dan mengaktifkan siswa agar tetap
berminat dan siaga.
2. Memusatkan perhatian kepada anak didik pada
tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan penciptaan dengan pencapaian
belajar.
3. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek
dan jangka panjang.
Memperhatikan fungsi motivasi yang sangat besar faedahnya bagi siswa dalam
proses pembelajaran, maka jelas fungsi guru agama sebagai motivator sangat
dibutuhkan terlebih jika dikaitkan dengan proses pembelajaran yang terjadi di
sekolah umum khususnya di mana waktu yang digunakan adalah sangat terbatas,
yaitu 2 X 45 menit dalam seminggu. Hal ini menjadi kendala dan problem dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pendidikan
agama Islam. Problem lain yang terjadi bahwa siswa cenderung kurang berminat
terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, di samping proses pembelajaran
yang kelihatan kurang maksimal diminati siswa sehingga hasilnya tidak sesuai
dengan tujuan yang dirumuskan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan tersebut, maka peranan guru agama Islam
sangat besar sekali pengaruhnya terhadap keberhasilan pelaksanaan proses belajar
mengajar pendidikan agama. Sebagai seorang guru agama Islam, hal tersebut
merupakan tantangan pertama dalam menumbuhkan peningkatan minat dan motivasi
belajar siswa terhadap mata pelajaran agama serta membantu memecahkan kesulitan
siswa terutama dalam kegiatan kurikuler.
Tugas guru agama sebagai seorang pendidik tidak hanya terbatas pada
penyampaian materi/pengetahuan agama kepada siswa, tetapi guru juga mempunyai
tanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan siswanya serta mengetahui
keadaan siswa dengan kepekaan untuk memperkirakan kebutuhan siswanya. Oleh karena itu, guru agama Islam dituntut tanggap terhadap
berbagai kondisi dan perkembangan yang mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola
pikir siswa. Hal ini dapat diupayakan dengan disertai wawasan tertulis serta
keterampilan bertindak, serta
mengkaji berbagai informasi dan keluhan mereka yang mungkin menimbulkan
keresahan.
Guru agama dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar juga di tuntut
untuk menciptakan kondisi-kondisi kelas kondusif yang dapat mendorong siswa
untuk melakukan kegiatan belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh, baik itu
di lingkungan yang bersifat formal maupun secara luas belajar agama di
lingkungan non formal secara mandiri. Di samping itu, guru juga harus mempunyai keterampilan dalam memotivasi siswa, karena dengan adanya motivasi itu
kosentrasi dan antusiasme siswa dalam belajar dapat meningkat.
Sesungguhnya permasalahan di atas yang menjadi kendala dalam usaha guru
agama Islam dalam melaksanakan proses belajar mengajar khususnya dalam bidang
studi pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan umum, walaupun sudah
melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti praktek shalat, tadarusan
al-Qur`an dan lain-lain. Oleh karena itu, usaha guru agama untuk menumbuhkan motivasi yang besar untuk belajar agama
Islam masih perlu untuk disempurnakan lagi. Namun demikian, karena meningkatkan motivasi belajar agama Islam
bukanlah hal yang mudah, melainkan masih banyak problem-problem yang dihadapi guru
agama Islam, maka kreatifitas dan profesionalitas guru-guru agama dan ketekunan
serta keuletan dengan berbagai usaha yang dapat mengantarkan pada tumbuhnya
motivasi belajar agama dengan baik.
Berdasarkan studi elaborasi di atas, maka penulis tertarik permasalahan
tersebut yang terfokus pada usaha-usaha yang telah ditempuh oleh guru agama
Islam dalam meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa.
Guru Sebagai Motivator Pembelajaran
Keberhasilan suatu proses kegiatan belajar mengajar bukan hanya ditentukan
oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor yang non-intelektual,
termasuk salah satunya ialah motivasi (Abror, 1993: 114). Kata motivasi di dalam
Islam lebih dikenal dengan istilah niat yaitu dorongan yang tumbuh dalam hati
manusia yang menggerakkan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu dalam niat
ada ketergantungan antara niat dengan perbuatan, dalam arti jika niat baik maka
imbasnya juga baik dan sebaliknya.
Motivasi adalah
dorongan yang timbul dari dalam jiwa seseorang untuk melakukan tindakan dengan
sadar guna memenuhi satu kebutuhan atau mencapai suatu tujuan sehingga besar
sekali peranan motivasi dalam upaya peningkatan pengembangan kegiatan belajar
mengajar, khususnya bidang studi PAI bagi siswa.
Motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis
di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai satu
tujuan (Winkel, 1996: 92). Motivasi juga dapat berfungsi sebagai pendorong
usaha dan pencapaian prestasi seseorang melakukan suatu usaha karena adanya
motivasi. Adanya motivasi yang baik akan menunjukkkan hasil yang baik. Dengan
kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutrama didasari adanya
motivasi, maka seorang yang belajar itu akan mendapat prestasi yang baik.
Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian
prestasi belajarnya.
Menurut A. Tabrani (1994: 127), pada garis besarnya motivasi
mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
1. Motivasi
menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan belajar siswa. Belajar
tanpa adanya motivasi sulit untuk berhasil.
2.Pengajaran
yang bermotivasi pada hakekatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan, dorongan, motif dan minat yang ada pada siswa. Pengajaran yang
demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.
3.Pengajaran yang bermotivasi menurut kreatifitas
dan imajinitas pada guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari
cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi
belajar pada siswa. Guru senantiasa berusaha agar siswa pada akhirnya mempunyai
motivasi yang baik.
4.Berhasil atau tidaknya dalam menumbuhkan dan
menggunakan motivasi dalam pengajaran erat kaitannya dengan pengaturan dalam
kelas.
5. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang
integral dari asas- asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar tidak
saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan
pengajaran yang efektif. Dengan demikian, penggunaan asas motivasi sangat
esensial dalam proses belajar mengajar.
Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul
pada diri sesorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu
karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya.
Peranan guru sebagai motivator ini sangat penting artinya dalam rangka
meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus
dapat merangsang dan memberikan dorongan reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreatifitas), sehingga akan terjadinya dinamika dalam proses belajar mengajar.
Berkaitan dengan pentingnya guru sebagai motivator, maka Slameto (1992:
100) menjelaskan:
“Guru hanya merupakan
salah satu di antara berbagai sumber dan media belajar, maka dengan demikian
peranan guru dalam belajar ini menjadi lebih luas dan lebih mengarah kepada
peningkatan motivasi belajar anak. Melalui perannya sebagai pengajar, guru
diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai
kesempatan melalui berbagai sumber dan media”.
Kesalahan dalam memberikan motivasi ekstrinsik akan berakibat
merugikan prestasi belajar anak didik dalam kondisi tertentu. Interaksi belajar
mengajar menjadi kurang harmonis. Tujuan pendidikan dan pengajaran pun tidak
akan tercapai dalam waktu yang relatif singkat, sesuai dengan target yang
dirumuskan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai kondisi psikologis anak didik
sangat diperlukan guna mengetahui segala apa yang sedang dihadapi anak didik
sehingga gairah belajarnya menurun. Hal ini selaras dengan statemen yang menyatakan bahwa pendidikan adalah
proses yang komprehensif sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Tarbiyatu wa
al-Ta’lim (tt: 7) yang berbunyi :
فَالتَّرْ بِيَةُ
بِاْلمَعْنَ اْلعَامِ هِىَ كُلُّ مُؤَ ثِّرٍ فىِ تَكْوِيْنِ الشَخْصِ
الجَسْمَانِىِّ وَاْلجَسْمَانىِ وَاْلخُلُقِىَّ مِنْ حَيْنَ وِلاَدَتِهِ إِلىَ
مَوْتِهِ, وَتَشْمِلُ جَمِيْعُ الْعَوَامِلِ سَوَاءٌ أَكَانَتْ مَقْصُوْدَةٌ
كَالتَرْ بِيَةِ وَاْلمَتْرِلِيَّةِ وَاْلمَدْرَسِيَّةِ, اَمْ غَيْرُمَقْصُوْدَةٌ
كَالتَرْبِيَةِ الَّتِى تَجِيْئُ عَرْضًاوَمَنْ تَأ ثِيْرِ البِيْئَةِ
الطَبِيْعِيَّةَ وَاْلاِجْتِمَاعِيَّةِ وَغَيْرِذَلِكَ
Pendidikan secara umum adalah
setiap pengaruh dalam menjadikan seseorang secara badaniyah, akliyah (akhlak),
semenjak lahir sampai pendidikan di rumah dan di sekolah, ataupun tidak seperti
tujuan pendidikan yang datang karena pengaruh tabiat (sifat) serta pengaruh
masyarakat dan lain sebagainya.
Guru agama perlu meningkatkan perannya sebagai
motivator, yakni sebagai pendorong agar siswa melakukan kegiatan belajar agama
Islam dengan menciptakan kondisi kelas yang dapat merangsang siswa untuk
melakukan kegiatan belajar agama, baik secara individual maupun secara
kelompok.
Untuk dapat berperan sebagai motivator, guru agama harus memiliki kemampuan
tertentu, baik sebagai guru
maupun sebagai motivator, syarat
yang harus dimiliki oleh guru agama di antaranya adalah:
1.
Syarat formil: mempunyai ijazah S1 PAI, sehat jasmani
dan rohani, tidak memiliki cacat yang menyolok, memiliki pengetahuan
agama yang mendalam, bertaqwa dan berakhlak mulia, warga negara yang baik dan
di angkat oleh pejabat yang berwenang.
2.
Syarat materiil: memiliki pengetahuan agama Islam
secara luas, menguasai didaktik dan metodik, memiliki ilmu methodologi
pengajaran, memiliki pengetahuan pelengkap terutama yang ada hubungannya dengan
profesinya.
3.
Syarat non formil: mengamalkan ajaran agama,
berkepribadian yang muslim, memiliki sikap demokratis, tenggang rasa, bersikap
positif terhadap ilmu, disiplin. Berinisiatif dan kreatif, kritis, objektif,
menghargai dan waktu serta produktif (Zein, 1995: 57).
Nana Sudjana (1989: 34-35) menegaskan beberapa syarat yang harus dimiliki
guru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang motivator belajar yaitu:
a.
Menjalin hubungan baik dan harmonis dengan siswa agar
kepatuhan dan kepercayaan pada guru tertanam pada siswa.
b.
Kaya akan berbagai bentuk dan jenis upaya untuk
melakukan motivasi pada siswa baik yang bersifat intrinsik maupun yang bersifat
ekstrinsik.
c.
Mempunyai perasaan humor yang positif dan normatif
sehingga tetap disegani dan disenangi siswa.
d.
Menampilkan sosok kepribadian guru yang menjadi
panutan siswa, baik dalam prilaku di kelas maupun di luar kelas.
Mengupayakan agar motivasi belajar siswa lebih meningkat sangat penting
artinya karena akan mempengaruhi kelangsungan kegiatan belajar mengajar. Tugas
guru adalah memotivasi siswa untuk belajar, demi tercapainya tujuan yang
diharapkan. Kegiatan belajar
akan tercipta apabila motivasi belajar yang ada di dalam diri siswa itu akan
memperkuat ke arah tingkah laku tertentu (belajar). Adapun motivasi dapat
ditumbuhkan dengan cara:
a.
Membangkitkan suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk
menghargai suatu keindahan, untuk mendapat penghargaan dan sebagainya;
b.
Menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman yang
lampau;
c.
Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang
baik, knowing success like success atau mengetahui sukses yang diperoleh
individu itu, sebab sukses akan menimbulkan rasa puas (Tabrani, 1994: 121).
Guru juga dapat menggunakan bermacam-macam motivasi agar siswa dapat
belajar dengan baik. Adapun cara yang digunakan guru untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa antara lain memberi angka, memberi hadiah/ reward,
menciptakan kompetisi/kemampuan, menunjukkan
pentingnya tugas, memberikan ulangan, memberitahukan hasil yang telah
dicapai, memberi pujian dan hukuman, menumbuhkan hasrat untuk belajar, dan
minat (Sardiman, 2001 : 92-94).
Guru juga dapat mengembangkan motivasi belajar pada siswa di dalam kelas
yaitu dengan cara motivasi tugas, motivasi aspirasi, motivasi afiliasi,
motivasi penguatan, dan motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri. Dengan
demikian, jelaslah bahwa banyak sekali cara yang dapat digunakan untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Hanya yang penting bagi guru adanya
bermacam-macam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat
melahirkan hasil belajar yang bermakna.
Guru agama Islam merupakan pendidik yang mempunyai tanggung jawab dalam
membentuk kepribadian Islam anak didik, serta bertanggung jawab terhadap Allah
Swt (Zuhairini, 1983: 84). Oleh karena itu, ia mempunyai tugas untuk
mengajarkan ilmu pengetahuan Islam, menanamkan keimanan dalam jiwa anak,
mendidik anak agar taat menjalankan agama dan berbudi pekerti yang mulia.
Statemen tersebut
sejalan dengan ungkapan Syaikh Az-Zarnujiy (1978: 16) dalam kitabnya yang
berjudul Ta'limul Muta'alim:
وَاَمَّااخْتِيَارُاْلاُسْتَاذِ, فَيَنْبَغِى اَنْ يَخْتَارَ اْلاَعْلَمَ وَاْلاَوْرَعَ وَاْلاَسَنَّ, كَمَااخْتَارَاَبُوْحَنِيْفَةَ
حِيْنَئِذٍحَمَّادَبْنَ اَبِى سُلَيْمَانَ بَعْدَ التَّأَمُّلِ وَالتَّفَكُّرِ.
Dalam memilih guru,
hendaklah mengambil yang lebih 'alim, waro' dan juga lebih tua usianya.
Sebagaimana Abu Hanifah setelah lebih dahulu memikir dan mempertimbangkan lebih
lanjut, maka menentukan pilihannya kepada Tuan Hammad Bin Abu Sulaiman.
Tugas
berat seorang guru inilah yang menjadikannya niat karena Allah semata,
mencintai siswa sebagaimana ia mencintai diri sendiri, memotivasi siswa untuk
menuntut ilmu seluas mungkin, menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh siswa, melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang
dilakukannya, bersikap adil terhadap semua siswa, membantu memenuhi
kemaslahatan murid baik dengan kedudukan ataupun hartanya dan memantau
perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya.
Teacher are responsible for
guiding, moulding and improving the career of the community. They are like torch-light in darkness. As
the earth derives tight and energy from the sun, similiarly the pupils receive knowledge and guidence from their
teacher. The teacher are like the moon and the students are just like the star
so the seekers of knowledge and the
learned teacher accupy on exceptionally prominent place in society-Pendidik
bertanggung jawab penuh untuk menuntun, mencetak (karir) dan meningkatkan karier (jenjang karier)
dari suatu masyarakat. Pendidik diibaratkan sebagai suatu lampu yang menyala di
tengah kegelapan, sedangkan murid adalah individu yang menerima ilmu
pengetahuan dan bimbingan dari pendidik mereka. Dengan demikian dalam dunia
pendidikan dan pencarian ilmu, pendidik menempati posisi yang tertinggi dalam
kehidupan masyarakat (AR Sahad, 1987: 14).
Kesimpulan
Motivasi
merupakan keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu.
Motivasi dapat dibedakan kedalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang
dapat mendorongnya untuk belajar,misalnya perasaan menyenangi materi dan
kebutuhannya terhadap materi tersebut, apakah untuk kehidupannya masa depan
siswa yang bersangkutan atau untuk yang lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik
merupakan keadaan yang datang dari individu siswa yang juga mendorongnya untuk
melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib
sekolah, keteladanan orangtua, guru merupakan contoh-contoh kongkret motivasi
ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi baik yang intrinsic maupun
ekstrinsik akan menyebabkan siswa kurang bersemangat untuk melakukan kegiatan
belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dampak lanjutnya adalah pencapaian
hasil belajar yang kurang memuaskan. Motif atau keinginan untuk berprestasi
sangat menentukan prestasi yang dicapainya.dengan demikian,keinginan seseorang
atau siswa untuk berhasil dalam belajar juga akan menentukan hasil belajarnya
motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai.untuk mencapai
suatu tujuan perlu dibuat sesuatu. Yang menyebabkan seseorang berbuat adalah
motifnya. Dengan demikian, motif berfungsi sebagai daya penggerak atau
pendorong.
Motif belajar atau menuntut ilmu dalam perspektif Islam
hendaklah motifnya semata-mata mencari ilmu, bukan mencari pangkat atau
pekerjaan. Sebab, apabila motifnya mencari ilmu, pangkat, dan pekerjaan akan
mengiringinya, tetapi apabila motifnya mencari pangkat atau pekerjaan, ilmu
belum tentu diperoleh dan pekerjaan pun belum tentu didapat. Itulah tujuan
belajar atau menuntut ilmu secara ideal di dalam perspektif Islam. Perhatian,
minat, bakat,dan motif atau motivasi siswa terhadap bahan pelajaran akan
membentuk sikapnya dalam belajar. Oleh karena itu, sikap juga mempengaruhi
belajar atau hasil belajar siswa.
* Isteri dari Tarqum Aziz (Mantan aktivis AMM Jawa Tengah) ini adalah Alumni Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto tahun 2004 dan Ketua Umum NA Cabang Gandrungmangu Cilacap yang sekarang mengabdi sebgagai Guru PAI SMP Islam Al-Irsyad Gandrungmangu Cilacap.
DAFTAR PUSTAKA
Abror, Abdul Rahman. 1993. Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Az-Zarnujiy, Syaikh.
t.t. Ta'limul Muta'alim. Semarang: Toha
Putra.
Hamalik, Oemar. 2007. Psikologi Belajar Mengajar. Cet. ke-5.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
______________. 2008. Proses Belajar Mengajar. Cet. ke-7.
Jakarta: Bumi Aksara.
Muhaimin, dkk. 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muhammad Qasim Bakr. t.t. al-Tarbiyatu wa al-Ta’lim. Surabaya: Maktabah al-Hidayah.
Nasution, S. 1986. Didaktik
Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jemmars.
Ramayulis. 1998. Ilmu
Pendidikan Islam. Cet. ke-2. Jakarta: Kalam Mulia.
Sahad A.R. 1987. The Rights of Allah
and Human Rights. India: Syah Offset
Printer.
Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Cet. ke-8. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slameto. 1992. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Bina Aksara.
Sudjana, Nana. 1989. CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Tabrani R. A. 1994. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Cet.
ke-2. Jakarta: Bumi Aksara.
Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta:
Gramedia.
Yamin, Martinis. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia.
Jakarta: Gaung Persada Press.
Zein, Moh. 1995. Metodologi
Pengajaran Agama. Yogyakarta: AK. Group.
Zuhairini. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya:
Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar