MENJADI PIMPINAN YANG BAIK
Oleh: Tarqum Aziz
(Mahasiswa PPS Unwir Indramayu)
Menjadi pemimpin yang baik
bukanlah mudah. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang keras, yang suka
marah dan yang ditakuti. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memimpin
pengikutnya mencapai suatu tujuan tertentu.
Pemimpin dan
Kepemimpinan merupakan dua elemen yang
saling berkaitan. Artinya,kepemimpinan (style of the leader) merupakan
cerminan dari karakter/perilaku
pemimpinnya (leader behavior).
Perpaduan atau sintesis antara “leader behavior dengan leader style” merupakan
kunci keberhasilan pengelolaan organisasi; atau dalam skala yang lebih luas
adalah pengelolaan daerah atau wilayah, dan bahkan Negara.
Banyak pakar manajemen yang mengemukakan
pendapatnya tentang kepemimpinan. Dalam hal ini dikemukakan George R. Terry
(2006: 495), sebagai berikut: “Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk
mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok
secara sukarela.”
Pemimpin yang ideal
merupakan dambaan bagi setiap orang, sebab pemimpin itulah yang akan
membawa maju-mundurnya suatu organisasi, lembaga, Negara dan bangsa. Oleh
karenanya, pemimpin mutlak dibutuhkan demi tercapainya kemaslahatan umat.
Tidaklah mengherankan jika ada seorang pemimpin yang kurang mampu, kurang ideal
misalnya cacat mental dan fisik, maka cenderung akan mengundang kontroversi,
apakah tetap akan dipertahankan atau di non aktifkan.
Imam Al-mawardi dalam Al-ahkam Al sulthoniyah menyinggung
mengenai hukum dan tujuan menegakkan kepemimpinan. beliau mengatakan bahwa
menegakkan kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah sebuah keharusan
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut, beliau
mengatakan bahwa keberadaan pemimpin (imamah) sangat penting, artinya, antara
lain karena imamah mempunyai dua tujuan: pertama: Likhilafati
an-Nubuwwah fi-Harosati ad-Din, yakni sebagai pengganti misi kenabian untuk
menjaga agama. Dan kedua: Wa sissati ad-Dunnya, untuk memimpin
atau mengatur urusan dunia. Dengan kata lain bahwa tujuan suatu kepemimpinan
adalah untuk menciptakan rasa aman, keadilan, kemasylahatan, menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar, mengayomi rakyat, mengatur dan menyelesaikan
problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Dari sinilah para ulama’ berpendapat bahwa menegakkan suatu
kepemimpinan (Imamah) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah suatu
keniscayaan (kewajiban). Sebab imamah merupakan syarat bagi terciptanya suatu
masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan serta terhindar
dari kehancuran dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, tampilnya
seorang pemimpin yang ideal yang menjadi harapan komponen masyarakat menjadi
sangat urgen.
Saat seseorang memutuskan (baik secara sadar
atau tidak) untuk mengikuti kepemimpinan
anda, keputusan itu terutama karena satu atau dua hal berikut: karakter
anda atau kemampuan anda. Mereka ingin memastikan apakah anda adalah
seseorang yang pantas mereka ikuti, atau apakah anda memiliki kemampuan
untuk membawa mereka pada keberhasilan. Tentu ada banyak pertimbangan,
namun kali ini kita akan memusatkan perhatian pada diskusi untuk
mengetahui macam-macam karakter yang membuat orang lain mengikuti
kepemimpinan anda.
Integritas
Integritas adalah melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang anda katakan akan anda lakukan. Pemimpin harus mempunyai integritas dalam memimpin. Pemimpin
harus setia terhadap nilai-nilai yang ditanamkan kepada pengikutnya. Integritas membuat anda
dapat dipercaya. Integritas membuat orang lain mengandalkan anda.
Integritas adalah penepatan janji-janji anda. Satu hal yang membuat
sebagian besar orang enggan mengikuti anda adalah bila mereka tak
sepenuhnya merasa yakin bahwa anda akan membawa mereka menuju ke tujuan
yang anda janjikan. Apakah anda dikenal sebagai seseorang yang mempunyai
integritas? Bila ya, maka anda layak menjadi seorang pemimpin yang luar
biasa.
Apabila MUI menyuruh untuk memilih seorang pemimpin yang memenuhi empat syarat; shiddik, tabligh, amanah dan fathonah –padahal keempatnya adalah syarat-syarat yang ada pada diri Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai seorang nabi dan rasul- , maka sesungguhnya ayat-ayat Allah سبحانه وتعالى dalam al-Quran banyak yang menerangkan criteria seorang pemimpin, diantaranya apa yang Allah berikan kepada Thalut.
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ البقرة: 247
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-baqarah 2: 247)
Kekuasaan bukan atas dasar banyaknya pengikut dan suara mayoritas, dan bukan pula atas dasar harta kekayaan yang dimilikinya, sehingga dengan hartanya itu ia membeli manusia untuk mengangkatnya sebagai raja, akan tetapi kekuasaan Alloh berikan kepada orang yang berilmu tentu ilmu agama didahulukan dari ilmu duniawi dan kepada orang memiliki kekuatan fisik kemampuan yang digunakannya untuk berjihad menegakkan hukum Allah سبحانه وتعالى
Optimisme
Takkan ada orang yang mau mengikuti anda
bila anda memandang suram masa depan. Mereka hanya mau mengikuti seseorang
yang bisa melihat masa depan dan memberitahukan pada mereka bahwa di depan
sana terbentang tempat yang lebih baik, dan mereka dapat mencapai tempat itu.
Apakah anda melihat gelas itu separuh kosong? Bila ya, anda adalah seorang
pesimis. Apakah anda melihat gelas itu separuh berisi? Bila ya, anda
adalah seorang yang optimis. Apakah anda melihatnya sebagai segelas
penuh; yaitu separuh berisi air dan separuh lagi berisi udara? Maka anda
adalah seorang yang super optimis. Apakah anda dikenal sebagai seorang
yang optimis? Bila ya, anda layak menjadi seorang pemimpin yang luar
biasa.
Menyukai perubahan
Pemimpin adalah mereka yang melihat
adanya kebutuhan akan perubahan, bahkan mereka bersedia untuk memicu
perubahan itu. Sedangkan pengikut lebih suka untuk tinggal di tempat
mereka sendiri. Pemimpin melihat adanya kebaikan di balik perubahan dan
mengkomunikasikannya dengan para pengikut mereka. Jika anda tidak berubah, anda
takkan tumbuh. Apakah anda anda dikenal sebagai seseorang yang memicu
perubahan? Jika ya, anda layak menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.
Berani menghadapi resiko
Kapan pun kita mencoba sesuatu yang
baru, kita mengambil resiko. Keberanian untuk mengambil resiko adalah
bagian dari pertumbuhan yang teramat penting. Kebanyak orang menghindari
resiko. Karena itu, mereka bukan pemimpin. Para pemimpin menghitung resiko
dan keuntungan yang ada di balik resiko. Mereka mengkomunikasikannya pada
pengikut mereka dan melangkah pada hari esok yang lebih baik. Apakah anda
dikenal sebagai seorang yang berani mengambil resiko? Jika ya, anda layak
menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.
Ulet
Kecenderungan dari pengikut adalah
mereka menyerah saat sesuatunya menjadi sulit. Ketika mereka mencoba untuk
yang ke dua atau ke tiga kalinya dan gagal, mereka lalu mencanangkan
motto, “Jika anda gagal di langkah pertama, sudahlah menyerahlah dan lakukan
sesuatu yang lain.” Jelas saja mereka melakukan itu, karena mereka bukan
pemimpin. Para pemimpin itu tahu apa yang ada di balik tembok batu, dan
mereka akan selalu berusaha menggapainya. Lalu mereka mengajak orang lain
untuk terus berusaha. Apakah anda dikenal sebagai seseorang yang ulet, tangguh,
dan berdaya tahan tinggi? Jika ya, anda layak menjadi seorang pemimpin yang
luar biasa.
Katalistis
Seorang pemimpin adalah seseorang yang
secara luar biasa mampu menggerakkan orang lain untuk melangkah. Mereka
bisa mengajak orang lain keluar dari zone kenyamanan dan bergerak menuju tujuan
mereka. Mereka mampu membangkitkan gairah, antusiasme, dan tindakan dari
para pengikut. Apakah anda dikenal sebagai seseorang yang mampu
menggerakkan orang lain? Jika ya, anda layak menjadi seorang pemimpin yang
luar biasa.
Berdedikasi/komit
Pemimpin
yang berdedikasi akan mengerjakan visinya dengan kerja keras dan penuh
semangat. Dedikasi yang dia kerjakan akan ditularkan kepada stafnya. Para pengikut menginginkan
seseorang yang lebih mencurahkan perhatian dan komit ketimbang diri mereka
sendiri. Pengikut akan mengikuti pemimpin yang senantiasa bekerja dan
berdedikasi karena mereka melihat betapa pentingnya pencapaian tugas-tugas
dan tujuan. Apakah anda dikenal sebagai seseorang yang komit dan
senantiasa mencurahkan perhatian anda pada tujuan? Jika ya, anda layak
menjadi seorang pemimpin yang luar biasa.
Bagaimana sebuah tim akan solid jika pemimpin
tak disukai pengikutnya dan integritasnya, rendah? Padahal keberhasilan sebuah
tim meraih target tergantung dari kemampuan pemimpin memberdayakan timnya.
Karenanya pernimpin harus menjadi figur yang disukai dan menjadi teladan.
Lihatlah realita di sekitar kita. Posisi
pemimpin menjadi rebutan. Segalanya dipertaruhkan, bahkan sampai “skut sana,
sikut sini”. Akhirnya ketika sudah menduduki posisi pemimpin, popularitas dan
materilah yang ia kejar, bukan kewajiban sebagai pemimpin yang ia jalankan.
Hubungan pemimpin dan pengikut pun sekadar formalitas yang kaku. Pemimpin
sejati adalah pemimpin yang baik dalam memimpin diri sendiri, serta memimpin
(baca: melayani) keluarga, tim kerja dan masyarakat. Paling tidak ada 15 sikap
pemimpin yang disukai orang. Mulai dari hati, pikiran, perkataan hingga
tindakan seorang pemimpin yang patut diteladani oleh setiap anggota tim,
bukannya sekadar menjadi bahan diskusi atau teori.
Ikhlas
Pemimpin yang ikhlas akan dekat di hati orang-orang yang dipimpinnya. la
mendasari kepemimpinannya dengan rasa mencintai sesamanya serta sarana
beribadah kepada Tuhan. Keikhlasan hatinya membuat ia tegar terhadap segala
ujian. la tidak mengharapkan pujian, mengabaikan cacian, tidak pernah dendam.
la menjalankan kewajibannya yaitu melayani orang-orang yang dipimpinnya. Orang
pun ikhlas dipimpin oleh pernimpin seperti ini.
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ عَبَّادٍ الْخَوَّاصُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ السَّيْبَانِيِّ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَقُصُّ إِلَّا أَمِيرٌ أَوْ مَأْمُورٌ أَوْ مُخْتَالٌ
Rasulullah saw bersabda: tidak ada yang berhak untuk memberikan ceramah (nasehat/cerita hikmah) kecuali seorang pemimpin, atau orang yang mendapatkan izin untuk itu (ma’mur), atau memang orang yang sombong dan haus kedudukan. (HR. Muslim)
Hadis ini bukan berarti hanya pemimpin yang berhak memberi nasehat kepada umat, melainkan hadis ini mengandung pesan bahwa seorang pemimpin seharusnya bisa memberikan suri tauladan yang baik kepada umatnya. Karena yang dimaksud ceramah disini bukan dalam arti ceramah lantas memberi wejangan kepada umat, akan tetapi yang dimaksud ceramah itu adalah sebuah sikap yang perlu dicontohkan kepada umatnya. Seorang penceramah yang baik dan betul-betul penceramah tentunya bukan dari orang sembarangan, melainkan dari orang-orang terpilih yang baik akhlaqnya. Begitu pula dalam hadis ini, pemimpin yang berhak memberikan ceramah itu pemimpin yang memiliki akhlaq terpuji sehingga akhlaqnya bisa menjadi tauladan bagi rakyatnya.
Jadi kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang penceramah, maka itu juga harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Karena pada zaman rasul dulu, seorang penceramah atau yang memberikan hikmah kepada umat adalah para penceramah ini, sehingga rasul mengharuskan seorang pemimpin harus memiliki akhlaq yang sama dengan penceramah ini.
Amanah & tanggung jawab
Pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab menyebabkan hak-hak semua
anggota tim ditunaikan dengan baik. Rakyat akan mencintai pernimpin seperti ini.
Rasullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ زِيَادٍ الثَّقَفِيُّ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Rasulullah saw bersabda: tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang tidak bisa menepati janjinya. (HR. Ahmad bin Hambal)
Mungkin kita hanya mengenal slogan-slgan keagamaan semisal: kebersihan adalah bagian dari iman, malu adalah bagian dari iman, dsb. Tapi kita jarang –atau mungkin tidak pernah- mengatakan bahwa menjaga amanat adalah bagian dari iman. Padahal, rasul juga pernah bersabda bahwa menjaga amanat adalah bagian dari dasar-dasar keimanan dan keagamaan. Dan barang siapa yang tidak menjaga amanat maka rasul menyebut dia tidak sempurna iman dan agamanya.
Andai kita mengkampanyekan hadis ini ke masyarakat luas, apalagi di saat-saat kampanye presiden, bupati, gubernur, dsb, maka kita setidaknya telah menekan munculnya “potensi” penyelewengan amanat oleh pemimpin kita, meskipun itu sekecil semut. Hal itu karena dalam tradisi kepemimpinan kita, upaya menjaga amanat itu sangat kecil. Sumpah jabatan sebagai mekanisme penyerahan amanat ternyata tidak disertai sebuah mekanisme kontrol yang ketat terhadap amanat itu. Oleh sebab itu, kampanye keagamaan untuk mendorong seseorang (pemimpin) agar senantiasa menjaga amanat (kepemimpinanya) adalah penting segera kita galakkan.
Teguh pendirian
Pemimpin harus teguh pada kebenaran yang sesuai norma agama dan hukum
masyarakat, Pemimpin tetap profesional dan tak tergelincir pada masalah KKN
yang marak dewasa ini. Bukan hanya korupsinya, tapi juga kolusi dan repotisme.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Huud: 112)
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar. (al-Ahqaf: 35)
Sabar
Sikap ini selalu menguntungkan, tidak ada kata ruginya sama sekali.
Berhadapan dengan berbagai ragam karakter orang yang harus dilayani menuntut
kesabaran yang tinggi. Pemimpin yang penyabar mampu menangani setiap
permasalahan dengan rasional.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari amir (pemimpinnya) maka hendaklah bersabar. Tidaklah seseorang yang keluar dari sultan (penguasa) sejengkal saja lalu dia mati kecuali ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)
Amir atau penguasa yang dimaksudkan didalam hadits ini adalah khalifah kaum muslimin yang telah dipilih oleh Ahlul Halli Wal Aqdi yang merupakan perwakilan dari seluruh kaum muslimin. Kepemimpinan di sini adalah kepemimpinan yang menyeluruh bagi kaum muslimin sehingga khalifah ini dikatakan juga sebagai pemimpin jamaatul muslimin.
Dan siapa pun yang menyaksikan adanya kepemimpinan jama’atul muslimin ini maka diwajibkan baginya untuk berbaiat atau tunduk dan menaatinya serta dilarang baginya untuk membangkang atau meninggalkan ketaatan terhadapnya.
Ibnu Taimiyah juga menyebutkan bahwa para pembangkang yang keluar dari ketaatan terhadap penguasa dan dari Jamaatul Muslimin dan jika setiap mereka yang membangkang mati maka matinya seperti mati orang jahiliyah. Sesungguhnya orang-orang jahiliyah, mereka tidak memiliki para imam. (Majmu’ Fatawa juz VI hal 421).
Tidak sombong
Sifat ini dicintai Tuhan, disukai manusia, Pemimpin mestinya tidak tabu
terhadap kritik, tidak gila hormat dan pujian. la tidak menerapkan prinsip aji
mumpung, mumpung punya kuasa.
Firman Allah Ta'ala:
وجحدواستيقنتهاانفسهم ظلماوعلوا
"Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan(mereka) padahal hati mereka meyakini(kebenaran)nya".(An-Naml:14)
ان الله لايحبومن كان مختالافخور
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri".(An-Nisa':36)
وجحدواستيقنتهاانفسهم ظلماوعلوا
"Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan(mereka) padahal hati mereka meyakini(kebenaran)nya".(An-Naml:14)
ان الله لايحبومن كان مختالافخور
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri".(An-Nisa':36)
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى عَنْ فَرْقَدٍ السَّبَخِيِّ عَنْ مُرَّةَ الطَّيِّبِ عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ خَبٌّ وَلَا بَخِيلٌ وَلَا مَنَّانٌ وَلَا سَيِّئُ الْمَلَكَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ الْمَمْلُوكُ إِذَا أَطَاعَ اللَّهَ وَأَطَاعَ سَيِّدَهُ
Rasulullah saw bersabda: tidak akan masuk surga orang yang suka menipu, orang yang bakhil, orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikan/pemberian, dan pemimpin yang buruk. Orang yang pertama kali masuk surga adalah budak yang taat kepada allah dan taat kepada majikannya.
Hadis ini menjelaskan tentang sekelompok orang yang diharamkan oleh allah untuk masuk sorga. Dan ternyata, di antara sekelompok orang tersebut terdapat kriteria pemimpin yang buruk. Pada bagian awal buku ini, kita mungkin sudah mendapati banyak hadis yang berbicara tentang hukuman neraka bagi pemimpin yang dzalim. Namun kini kita kembali menemukan satu hadis lagi yang kembali berbicara tentang ancaman bagi pemimpin yang berlaku buruk. Dan pemimpin yang buruk ini disamakan dengan mereka yang suka menipu, pelit, dan suka mengungkit kebaikannya/pemberiannya sendiri.
akan tetapi apa sih bedanya pemimpin yang dzalim dan pemimpin yang buruk ? Pada dasarnya tidak ada perbedaan subtansial antara keduanya, namun karena rasul benar-benar menekankan sebuah kepemimpinan yang baik, maka rasul juga mengancam kepemimpinan yang buruk. Yang jelas, sebuah kepemimpinan bila tidak menjamin dan melindungi rakyatnya serta tidak menjadikan rakyatnya sejahtera, maka kepemimpinan itu bisa dikatakan buruk, dzalim, kejam, dsb. Sama seperti kita yang pada zaman ini mengenal berbagai macam istilah yang terkait dengan perlakuan buruk penguasa, seperti, otoriter, totaliter, represif, korup, tidak demokratis, dsb yang kesemua itu mencerminkan sebuah kepemimpinan yang berbahaya bagi rakyat. Jadi, kepemimpinan yang buruk menurut rasul dalam hadis ini adalah sebuah kepemimpinan yang justru menjauhkan rakyat dari kehidupan yang sejahtera.
Berkata benar
Pemimpin yang tetap berkata benar walau dalam apa pun juga keadaannya.
Orang yang jujur disukai (disegani) kawan dan lawan. Sekali berbohong, akan
berbuntut kebohongan lainnya, sehingga akhirnya ia tidak akan mendapat
kepercayaan dari orang Iain.
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أُنَاسٌ لِابْنِ عُمَرَ إِنَّا نَدْخُلُ عَلَى سُلْطَانِنَا فَنَقُولُ لَهُمْ خِلَافَ مَا نَتَكَلَّمُ إِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِهِمْ قَالَ كُنَّا نَعُدُّهَا نِفَاقًا
Ada serombongan orang yang berkata kepada ibnu umar; kalau kami bertemu dengan para pemimpin kami maka kami pasti mengatakan sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa yang kami katakan bila tidak bertemu dengan mereka (pemimpin). Ibnu umar berkata: hal itu kami anggap sebagai sebuah sikap munafik. (HR. Bukhori)
Ada satu tradisi buruk yang sering kita lakukan ketika kita menghadap pimpinan, yaitu, selalu mengatakan yang baik-baik, yang senang-senang, dan yang sukses-sukses. Tradisi ini bukan saja dilakukan oleh para menteri ketika menghadap presiden, melainkan tidak jarang juga dilakukan oleh rakyat biasa. Jelas, kalu menteri melakukan tradisi buruk itu dengan tujuan menjilat dan mengharap pujian dari sang pemimpin (presiden). Tapi yang tidak bisa kita fahami ternyata tidak sedikit rakyat biasa juga melakukan praktik buruk tersebut. Memang, bila rakyat biasa tidak separah sebagaiman dilakukan menteri, akan tetapi sebuah sikap berdiam diri ketika berhadapan dengan pemimpin adalah sebuah sikap yang oleh hadis di atas bisa dikategorikan sebagai “munafik”. Padahal, bila kita bertemu pemimpin kita, misalkan kita mendapat kesempatan bertemu langsung dengan presiden kita, maka harus kita manfaatkan waktu pertemuan itu untuk mnegatakan yang sebenarnya tentang situasi atau kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Di hadapan pemimpin itulah justru sebuah kesempatan untuk mengatakan bahwa, misalnya, rakyat sedang kekuranagn pangan, rakyat butuh pendidikan gratis, rakyat butuh harga murah, dsb. Bila pemimpin yang bersangkutan marah dan mengancaman sikap tegas kita, maka kita jangan sekali-kali mundur, karena itu adalah kenyataan yang sebenarnya. Dan membohongi kenyataan adalah sama dosanya dengan berbuat munafik. Oleh sebab itu, hadis ini sangat relevan dengan situasi indoensia saat ini yang banyak diwarnai oleh sikap kepura-puraan dalam berperilaku dan berkomunikasi dengan pimpinan.
Cinta ilmu
Ilmu pengetahuan merupakan tonggak kepimpinan. Formalitas dunia bisnis
masih mensyaratkan ijazah sebagai pengukur keilmuan seseorang. Karenanya
pemimpin perlu terus mengasah dirinya dengan Imu, sesuai bidang atau umum.
Namun yang lebih penting sebenarnya ialah buah kepada Imu yang dipelajari dalam
bentuk keterampilan dan pengalaman.
Firman Allah Ta'ala:
بل اتبع الذين ظلموااهواءهم بغيرعلم
"Akan tetapi orang-orang zalim mengikut hawanafsu tanpa ilmu".(Ar-Rum:29)
Sabda Nabi s.a.w:
إذاوسدالأمرإلى غيرأهله فانتظرالساعة
"Apabila urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah terjadinya qiamat".(HR.Bukhori no.6496)
بل اتبع الذين ظلموااهواءهم بغيرعلم
"Akan tetapi orang-orang zalim mengikut hawanafsu tanpa ilmu".(Ar-Rum:29)
Sabda Nabi s.a.w:
إذاوسدالأمرإلى غيرأهله فانتظرالساعة
"Apabila urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah terjadinya qiamat".(HR.Bukhori no.6496)
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي عَوْنٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ رِجَالٍ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ تَقْضِي فَقَالَ أَقْضِي بِمَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي عَوْنٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو ابْنِ أَخٍ لِلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصٍ عَنْ مُعَاذٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ عِنْدِي بِمُتَّصِلٍ وَأَبُو عَوْنٍ الثَّقَفِيُّ اسْمُهُ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ
Ketika rasul mengutus mu’adz ke yaman, beliau bertanya: wahai mu’adz, bagaimana caramu memberikan putusan/hukum? Dia menjawab; aku memutuskan/menghukumi berdasarkan ketentuan dari al-qur’an. Lalu rasul bertanya lagi: bagaimana kalau tidak ada dalam al-quran? Mu’adz menjawab, maka aku memutuskan berdasarkan sunnah rasul s.a.w. Rasul bertanya lagi: bagaimana bila tidak kau temukan dalam sunnah rasul ? Mu’adz menjawab: maka aku berijtihad berdasarkan pendapatku sendiri. Rasul bersabda: segala puji bagi allah yang telah memberikan petunjuk/taufik kepada duta rasul saw
Hadis ini turun ketika salah seorang sahabat rasul s.a.w, mu’adz bin jabal, hendak diutus rasul untuk menjadi gubernur di yaman. Namun sebelum mu’adz berangkat ke yaman, rasul terlebih dahulu memanggilnya untuk di uji (fit and propertest) sejauh mana dia bisa diandalkan menjadi gebernur. Akan tetapi materi test yang disampaikan rasul tidak muluk-muluk, beliau hanya menanyakan tentang pedoman dia (mu’adz) dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Dalam pengakuan mu’adz, dia akan menjalankan roda kepemimpinanya sebagai gubernur yaman dengan berlandaskan pada al-qur’an, sunnah, dan ijtihad (berpikir dan bekerja keras). Untuk jawaban yang pertama dan kedua, rasul mungkin sudah bisa menebak jawaban yang akan diberikan mu’adz, akan tetapi untuk pertanyaan ketiga itulah rasul mencoba menggali sejauh mana upaya mu’adz bila sebuah keputusan tidak ada dasarnya dalam al-qur’an dan sunnah. Dan ternyata nabi cukup bangga kepada mu’adz karena dia bisa menjawab pertanyaan ketiga itu dengan cukup memuaskan.
Ini artinya bahwa hadis di atas telah memberikan isyarat kepada kita bahwa dalam menjalankan roda kepemimpinan kita tidak bisa hanya mengandalkan pedoman al-qur’an dan sunnah, akan tetapi kita juga harus pandai-pandai mencari alternatif pedoman yang lain yang bisa mengilhami kita dalam mengeluarkan keputusan. Bukannya kita hendak mengatakan bahwa al-qur’an dan sunnah tidak sempurna, akan tetapi untuk merespon semua peristiwa yang terjadi di dunia ini kita dituntut untuk mencari dan mencari segala macam alternatif solusinya. Apabila kita tidak menemukan dasarnya di al-qur’an dan sunnah, mungkin kita bisa mencarinya di nilai-nilai kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang di dalam sebuah masyarakat. Karena itulah kita juga mengenal apa yang oleh para ahli ushul fiqh dikenal dengan ‘urf atau kaidah fiqh yang berbunyi al-‘adah muhakkamah. Bahkan rasul pun pernah bersabda: bila engkau menemukan kebijakan maka ambillah meski ia keluar dari mulut anjing.
Mahir berkomunikasi
Pemimpin harus mahir menggunakan bahasa untuk menimbulkan kesan positif
atas hubungan khususnya antara pemimpin dan individu yang dipimpinnya. Bahasa
komunikasi yang baik bisa membuat seorang pemimpin dipandang menarik walaupun
mungkin penampilannya kurang menarik. Kala menghukum/mengritik nada bicaranya
tidak terasa pedas dan menyakitkan, bahkan justru bisa mendorong semangat anak
buahnya untuk memperbaiki diri. Pujiannya juga pas dan tulus.
و حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍ دَخَلَ عَلَى مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ فِي مَرَضِهِ فَقَالَ لَهُ مَعْقِلٌ إِنِّي مُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ لَوْلَا أَنِّي فِي الْمَوْتِ لَمْ أُحَدِّثْكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمْ الْجَنَّةَ و حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الْعَمِّيُّ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنِي سَوَادَةُ بْنُ أَبِي الْأَسْوَدِ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ مَرِضَ فَأَتَاهُ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ يَعُودُهُ نَحْوَ حَدِيثِ الْحَسَنِ عَنْ مَعْقِلٍ
Rasulullah saw bersabda: setiap pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin, tetapi tidak berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusi mereka dan memberikan arahan kepada mereka, maka dia tidak akan bisa masuk surga bersama kaum muslimin itu. (HR. Muslim)
Seorang pemimpin tidak bisa sekedar berpikir dan bergulat dengan wacana sembari memerintah bawahannya untuk mengerjakan perintahnya, melainkan pemimpin juga dituntut untuk bekerja keras mengurus sendiri persoalan-persoalan rakyatnya. Salah seorang khulafau rasyidin yaitu umar bin utsman pernah berkeliling keseluruh negeri untuk mencari tahu adakah di antara rakyatnya masih kekurangan pangan. Jika ada, maka khalifah umar tidak segan-segan untuk memberinya uang (bekal) untuk menunjang kehidupan rakyatnya tadi. Bahkan khalifah abu bakar harus turun tangan sendiri untuk memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Semua peristiwa yang dilakukan oleh dua sahabat nabi di atas adalah contoh betapa islam sangat menekankan kepada pemimpin untuk selalu bekerja keras agar rakyatnya benar-benar terjamin kesejahteraannya. Tidak bisa seorang pemimpin hanya duduk dan berceramah memberi sambutan di mana-mana, tetapi semua tugas-tugas kepemimpinannnya yang lebih kongkrit malah diserahkan kepada bawahan-baahannya. Memang betul bahwa bawahan bertugas untuk membantu meringankan beban atasannya, akan tetapi tidak serta-merta semua tugas harus diserahkan kepada bawahan. Suatu pekerjaan yang memang menjadi tugas seseorang dan dia mampu melakukannya, maka janganlah pekerjaan itu diserahkan kepada orang lain.
Tepat janji
Jika sudah berjanji, sekecil apa pun itu, penting bagi seorang pemimpin
untuk menepatinya agar semakin dipercayai dan disukai. Orang tidak akan
ragu-ragu untuk terus memberi mandat kepada pemimpin yang selalu menepati
janji. Pemimpin yang menabur janji-janji kosong akan membuat anggota tim kecewa
dan memandang pemimpinnya tidak lagi punya integritas yang tinggi.
”Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.” (HR Ahmad dan Al-Bazzaar).
Hadis di atas, walaupun pendek, syarat makna. Rasulullah SAW mengisyaratkan satu hal yang penting, yaitu tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah. Hal ini disampaikan agar kita memperhatikan pesan Rasulullah dan kita wajib menunaikan amanah kepada yang berhak. Diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya, ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ….” (QS An-Nisaa’: 58).
Ini berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah, merupakan bukti kemunafikan. Dinyatakan dalam sebuah hadis, ”Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti dia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya salah satu tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji.” (HR Bukhari dan Muslim).
Memenuhi janji merupakan syarat asasi bagi keberadaan iman dalam hati seorang hamba, sebagaimana disinggung dalam firman Allah mengenai sifat orang-orang mukmin, ”Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang (dipikulnya) dan janjinya.” (QS al-Israa’: 34).
Dalam ayat lain, ”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu) ….” (QS An Nahl: 91).
Dari dua ayat di atas, hendaknya kita menunaikan amanah dan menepati janji agar kita menjadi kaum mukminin sejati. Ingatlah akan firman Allah SWT, ”(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS Al-Baqarah: 27).
Kita harus memulai dari diri kita untuk menunaikan amanah itu agar terhindar dari sifat munafik yang disebutkan dalam hadis di atas. Terlebih apabila kita menjadi pemimpin baik untuk diri sendiri, keluarga, apalagi pemimpin masyarakat. Mulai dari yang terendah sampai pemimpin negara, mereka harus memegang teguh pendirian bahwa kepemimpinan itu merupakan amanah dari Allah. Kesadaran ini akan membawanya kepada tanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Wallahu a’lam bish shawab.
Firman Allah Ta'ala:
ويل لكل افاك اثيم
"Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang berdusta lagi banyak berdosa".(Al-Jaatiyah:7)
Sabda Nabi s.a.w(maksud):
"Tidak ada seseorang hamba yang dipercayai Allah kepadanya memimpin rakyatnya kemudian dia mati sedangkan pada hari kematiannya dia menipu rakyat,nescaya Allah mengharamkan Syurga kepadanya".(HR.Muslim 4/1797)
ويل لكل افاك اثيم
"Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang berdusta lagi banyak berdosa".(Al-Jaatiyah:7)
Sabda Nabi s.a.w(maksud):
"Tidak ada seseorang hamba yang dipercayai Allah kepadanya memimpin rakyatnya kemudian dia mati sedangkan pada hari kematiannya dia menipu rakyat,nescaya Allah mengharamkan Syurga kepadanya".(HR.Muslim 4/1797)
Berhati-hati
Berhati-hati dalam membuat keputusan atau berbicara menjadikan seseorang
pemimpin dihormati. la selalu bertindak berdasarkan norma atau pemikiran yang
jelas, serta menjauhi perkara yang meragukan (di wilayah abu-abu). Sikap ini
disukai orang karena menunjukkan pemimpin tidak mudah dipengaruhi oleh
pihak-pihak yang punya maksud terselubung.
ومن لم يحكم بماانزل الله فاولئك هم الفايقون
"Sesiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,maka mereka itulah orang yang fasik".(Al-Maidah:47)
Rasulullah s.a.w mendoakan Kaab b. Ujrah:"semoga Allah memelihara kamu dari era pemerintahan yang bodoh".Kaab bertanya apakah pemerintahan bodoh itu?Nabi jawab:"Mereka ialah pemerintah yang datang selepasku tetapi tidak mengikut jejak dan tidak mengikut sunnahku.Sesiapa yang membenarkan penipuan mereka,mendokong kezaliman mereka maka mereka itu bukan daripada kalanganku dan aku juga bukan daripada kalangan mereka dan mereka tidak menemuiku di telaga Kautsar.Sesiapa yang tidak terpengaruh dengan penipuan mereka dan tidak menyokong kejahatan mereka maka mereka termasuk daripada kalanganku dan aku juga daripada kalangan mereka dan mereka ini akan menemuiku di telaga Kautsar.(HR.Ahmad,Ibnu Hibban:1723,shahih oleh Al-Albani,Tarhghib wa Tarhib:2242)
"Sesiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,maka mereka itulah orang yang fasik".(Al-Maidah:47)
Rasulullah s.a.w mendoakan Kaab b. Ujrah:"semoga Allah memelihara kamu dari era pemerintahan yang bodoh".Kaab bertanya apakah pemerintahan bodoh itu?Nabi jawab:"Mereka ialah pemerintah yang datang selepasku tetapi tidak mengikut jejak dan tidak mengikut sunnahku.Sesiapa yang membenarkan penipuan mereka,mendokong kezaliman mereka maka mereka itu bukan daripada kalanganku dan aku juga bukan daripada kalangan mereka dan mereka tidak menemuiku di telaga Kautsar.Sesiapa yang tidak terpengaruh dengan penipuan mereka dan tidak menyokong kejahatan mereka maka mereka termasuk daripada kalanganku dan aku juga daripada kalangan mereka dan mereka ini akan menemuiku di telaga Kautsar.(HR.Ahmad,Ibnu Hibban:1723,shahih oleh Al-Albani,Tarhghib wa Tarhib:2242)
Mengutamakan kepentingan bersama
Pemimpin yang mengutamakan kepentingan bersama membuat hak-hak anggota
tim terpenuhi dan tenang bekerja dan kehidupan sehari-hari. Mereka tambah cinta
pada pemimpinnya yang memperhatikan kepentingan mereka melebihi dirinya sendiri.
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْجُعْفِيُّ عَنْ زَائِدَةَ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ حَنَشٍ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَقَاضَى إِلَيْكَ رَجُلَانِ فَلَا تَقْضِ لِلْأَوَّلِ حَتَّى تَسْمَعَ كَلَامَ الْآخَرِ فَسَوْفَ تَدْرِي كَيْفَ تَقْضِي قَالَ عَلِيٌّ فَمَا زِلْتُ قَاضِيًا بَعْدُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
Apabila ada dua orang laki-laki yang meminta keputusan kepadamu maka janganlah engkau memberikan keputusan kepada laki-laki yang pertama sampai engkau mendengarkan pernyataan dari laki-laki yang kedua. Maka engkau akan tahu bagaimana enkau memberikan keputusan (HR. Turmudzi)
Hadis ini mengajarkan kita sebuah kepemimpinan yang mau mendengar semua suara rakyat. Tidak peduli rakyat itu pengemis, pemulung, orang penyandang cacat, perempuan, atau anak kecil sekalipun, maka semua itu harus didengar suaranya oleh pemimpin. Artinya, kepemimpinan itu, atau lebih tepatnya seorang pemimpin itu harus benar-benar aspiratif. Karena bila kita dalam mengambil keputusan atau kebijakan hanya berdasarkan suara kelompok tertentu, lebih-lebih suara kelompok yang dekat dengan lingkungan kekuasaan (pemimpin) maka keputusan itu pasti akan jauh dari rasa keadilan. Alasannya adalah karena suara satu kelompok itu belum tentu mewakili suara kelompok yang lain. Sehingga bila ingin mencapai rasa keadilan bagi eluruh rakyat, maka harus mendengar suara semua rakyat.
Hadis ini penting terutama dalam konteks sistem demokrasi yang meniscayakan keterwakilan seperti di indoensia misalkan. Dimana dpr (dewan perwakilan rakyat) memiliki wewenang untuk mewakili suara rakyat. Bila dpr ini tidak menjaring aspirasi dari semua lapisan dan status masyarakat, maka jangan harap kebijakan-kebijakan yang dihasilakannya akan memenuhi rasa keadilan rakyat indonesia. Oleh sebab itu, agar rasa keadilan dalam sebuah masyarakat itu benar-bnar terpenuhi, maka islam mewajibkan seorang pemimpin untuk tidak mengambil keputusan hanya dari satu orang (satu kelompok suara), tetapi lebih dari itu.
Memahami dinamika zaman
Seorang pemimpin mengikuti suasana politik, ekonomi dan aspirasi
pengikutnya. Kemampuan memahami keadaan dan menyesuakan diri dengan keperluan
rakyat menjadikan pemimpin diterima orang.
قَال عَمْرُو بْنُ مُرَّةَ لِمُعَاوِيَةَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَحَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ
Setiap pemimpin yang menutup pintunya terhadap orang yang memiliki hajat, pengaduan, dan kemiskinan maka allah akan menutup pintu langit terhadap segala pengaduan, hajat dan kemiskinannya.
Kepemimpinan bukan saja menuntut kecerdasan otak dan kekuatan otot, melainkan juga harus ditunjang oleh rasa sensifitas yang tinggi terhadap persoalan-persoalan menyangkut rakyatnya. Sehingga apapun persoalan yang menimpa rakyatnya, maka pemimpin harus peka dan segera mencarikan solusinya. Di sinilah sebenarnya tugas pokok seorang pemimpin; yaitu mendengar keluh kesah rakyat untuk kemudian mencarikan jalan keluarnya.
Karena itulah, islam (melalui hadis di atas) memerintahkan seorang pemimpin untuk membuka pintu terhadap segala keluh kesah rakyatnya. Tentunya, yang dimaksud pintu disini bukan semata-mata berarti pintu rumah ataupun pintu istana, melainkan lebih dari itu yang sangat ditekankan adalah pintu hati atau nurani seorang pemimpin. Karena meski seorang pemimpin tinggal di istana megah dan berpagarkan besi dan baja, bila pintu hatinya terbuka untuk kepentingan rakayat, maka allah juga akan membukkaan “pintu hati-nya” untuk mendengar keluh kesah sang pemimpin itu.
Berwawasan jauh
Pemimpin yang berwawasan jauh senantiasa terencana dan terkontrol
keputusan serta tindakannya. la tidak pernah berpikir jalan pintas serta
sentiasa mempertimbangkan keuntungan jangka panjang bagi anggota timnya.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya. (HR.Bukhari Muslim)
Pada dasarnya, hadis di atas berbicara tentang etika kepemimpinan dalam islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan adalah tanggun jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, dst.
Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra ‘a sendiri secara bahasa bermakna gembala dan kata ra-‘in berarti pengembala. Ibarat pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk mensejahterakan binatang gembalanya.
Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan manusia tentu berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama dengan menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan allah kepada manusia merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan dirinya sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain. Karenanya, pertama-tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dirinya sendiri. Atau denga kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang lain
Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan adalah tanggung jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila orang tua hanya sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu masih jauh dari makna tanggung jawab yang sebenarnya. Demikian pula bila seorang majikan memberikan gaji prt (pekerja rumah tangga) di bawah standar ump (upah minimu provinsi), maka majikan tersebut belum bisa dikatakan bertanggung jawab. Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam memimpin negerinya hanya sebatas menjadi “pemerintah” saja, namun tidak ada upaya serius untuk mengangkat rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju kesejahteraan, maka presiden tersebut belum bisa dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung jawab seorang presiden harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan teman-teman dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah bangsa masih jauh dari standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih perlu dipertanyakan.
Antikorupsi
Sikap antikorupsi (zuhud) akan memagari seseorang dari tindakan
mengambil atau menggunakan hak umum. Harta dan aset umum akan dipelihara dengan
baik. Orang akan menyayangi, bahkan mengagumi pemimpin seperti ini.
Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَامِرٍ الْمُرِّيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهِ غَيْرَ ذَلِكَ جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ سُوءٍ إِنْ نَسِيَ لَمْ يُذَكِّرْهُ وَإِنْ ذَكَرَ لَمْ يُعِنْهُ
‘Aisyah r.a. Berkata : rasulullah saw bersabda : jika allah menghendaki kebaikan terhadap seorang raja, maka diberinya seorang menteri yang jujur, jika lupa diingatkan, dan jika ingat dibantu. Dan jika allah menghendaki sebaliknya dari itu, maka allah memberi padanya ,menteri yang tidak jujur, hingga jika lupa tidak diingatkan dan jika ingat tidak dibantu. (HR. Abu Dawud).
Seorang pemimpin pasti mengemban segudang tugas dan amanat yang begitu berat yang harus dijalankan. Sementara untuk melaksanakan semua tugas itu tidak mungkin dia sendiri melakukannya. Oleh sebab itu dibutuhkan sejumlah pembantu untuk meringankan tugas sang pemimpin. Dalam kehidupan politik modern, para pembantu presiden itu bisa disebut sebagai menteri. Dan barangkali bukan hanya presiden, semua jabtan publik di negeri ini, baik bupati, gubernur, wali kota, dpr, hingga kepala sekolah pun, juga membutuhkan pembantu atau pendamping ahli yang bisa meringankan tugas-tugasnya. Sehingga dalam konteks indoensia, kita tidak hanya mengenal menteri sebagai pembantu presiden, melainkan juga terdapat apa yang kita kenal sebagai juru bicara, asisten ahli, staf ahli, penasehat ahli, dsb.
Keberadan “orang-orang pendamping” ini tentunya perlu kita apresiasi dengan baik, karena mereka membantu tugas-tugas kepresidenan. Akan tetapi, kita juga perlu mencermati bahkan jika diperlukan kita mesti waspada karena tidak semua “orang-orang pendamping” itu berniat tulus untuk membantu. Akan tetapi lebih dari itu ada juga yang menyimpan kepentingan tertentu dan menjadi “pembisik” yang licik. Tentunya banyak cara yang dilakukan para pembantu pemimpin yang licik ini. Salah satu contoh yang sering kita lihat dalam kehidupan birokrasi kita adalah; melaporkan situasi yang tidak sebenarnya kepada pemimpin yang bersangkutan. Bila yang terjadi di lapangan adalah kelaparan, maka si pembantu hanya melaporkan kekuranagn gizi. Selain itu tidak sedikit kita jumpai “orang-orang” yang pekerjaanya hanya membisikkan informasi-informasi bohong kepada pemimpinnya sehingga pemimpin tersebut mengeluarkan kebijakan berdasarkan informasi bohong yang ia peroleh. Akibatnay, selain kebijakan itu tidak tepat, sang pemimpin itu juga jatuh kredibilitasnya. Oleh sebab itu, memilih pendamping itu harus hati-hati dan waspada. Kedekatan seseorang dengan pemimpin tersebut dan kepintaran seseorang tidak menjamin dia akan berbuat jujur terhadap atasannya.
Kuat sisi spiritualnya
Kekuatan spiritual akan mengontrol tingkah laku seseorang tetap positif
dan produktif. Pemimpin konsisten dengan kebajikan dan menjauhi perkara yang
merugikan orang. Sungguh berat beban, tugas, dan tanggung jawab
pemimpin. Mestinya jabatan pemimpin bukan sebagai bahan rebutan, tapi sebagai
sebuah kewajiban yang harus dijalani dengan sungguh-sungguh, tanpa pamrih. Jika
Anda sudah menjadi seorang pemimpin, 15 sikap di atas harus terus ditingkatkan
kualitasnya. Ini sebagai satu hal bahwa pemimpin itu artinya melayani bukan
dilayani
Ingatkah ketika Anda masih kecil, Anda mengidolakan seseorang?
Misal mengidolakan seorang tokoh dalam film seperti “Superman”. Dan sekarang ketika Anda
sudah dewasa, siapakah yang Anda idolakan?
Setiap orang pasti mempunyai figur yang diidolakan. Seorang pemimpin adalah salah satu contoh nyata yang bisa mengispirasi orang –
orang disekitarnya jika Ia berperan dengan baik dalam kepemimpinannya.
Contohnya saja Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Ia tidak hanya
menjadi inspirasi seluruh bangsa Indonesia, bahkan pemimpin – pemimpin dari negeri seberang juga merasa bahwa Soekarno adalah seseorang
yang patut menjadi inspirasi.
Menjadi pemimpin yang dapat memberikan inspirasi memang bukanlah
perkara yang mudah. Membuat orang mengikuti Anda belum tentu membuat Anda
dijadikan sebagai inspirasi. Berikut tips menjadi pemimpin segaligus menjadi
sumber inspirasi:
Kualitas Diri.
Menjadi seorang pemimpin berarti Anda harus mempunyai kualitas
diri yang baik. Tidak hanya kualitas diri yang baik tapi cara Anda bersikap juga
harus baik. Coba yakinkan pada diri Anda sendiri“i have a great personality”. Selain itu Anda juga bisa meningkatkan
kualitas diri Anda dengan belajar, belajar melihat dan mendengarkan orang lain.
Skill dan Prestasi
Jika Anda seorang manager IT, maka sudah selayaknyalah Anda menguasai bidang yang selama ini
Anda geluti. Selain itu berprestasi dalam bidang pekerjaan Anda juga sangat
diperlukan. Bayangkan jika Anda seorang manager IT tetapi Anda tidak mengetahui
banyak tentang IT, ditambah lagi tidak berprestasi, apakah Anda bisa
mengispirasi orang lain? Apakah bawahan Anda mau mendengarkan Anda?
Integritas
Mengapa integritas penting dalam kepemimpinan? Jawaban yang cocok
untuk pertanyaan ini adalah karena integritas akan memberikan kekuatan pada
kata-kata dan tindakan Anda. So bertindaklah sesuai
dengan apa yang Anda katakan dan gunakan hati agar kepemimpinan Anda dapat
berjalan dengan baik.
Peduli dan ucapkan
terima kasih
Satu catatan penting untuk para pemimpin yang sebenarnya hal ini
bersifat sepele tapi luarbiasa dampaknya jika dilakukan. Perhatikan orang-orang
yang mengerti pekerjaannya dan berprestasi dalam pekerjaan.
Berikanlah reward dan ucapkan terima
kasih, hari ini, besok dan kemudian.
Belajar mencintai
Kesuksesan bermula pada rasa cinta Anda terhadap apa yang Anda
lakukan. Mulailah dengan mencintai bisnis Anda, karyawan Anda, customer Anda, dan yang penting diri Anda sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar